Indopolitika.com –  Pengamat politik dari Universitas Mercu Buana, Heri Budianto melihat ada hal menarik dari hasil survei terakhir Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang dipaparkan di Jakarta Minggu (4/5) lalu. Hal yang menarik itu adalah turunnya elektabilitas calon presiden (capres) Partai Gerindra, Prabowo Subianto ketika dipasangkan dengan sejumlah nama dalam simulasi survei.

Sementara di sisi lain, elektabilitas capres PDIP, Joko Widodo justru melonjak saat dipasangkan dengan figur lain sebagai cawapres seperti Mahfud MD, Jusuf Kalla maupun Dahlan Iskan. “Ini perlu menjadi catatan juga khususnya untuk Prabowo, kalau dia tak dipasangkan dengan siapapun, elektabilitasnya bagus,” kata Heri di Jakarta, Selasa (6/5).

Heri menambahkan, menggunakan simulasi dalam survei pasangan capres memang sangat rentan karena peta politik selalu berubah. Namun, lanjutnya, dari survei SMRC itu juga terlihat Jokowi memang masih dominan karena siapapun pendampingnya bisa menang.

Survei terakhir SMRC itu juga menjadi warning bagi Prabowo. Heri bahkan memerkirakan andai di pilpres Juli nanti hanya ada tiga pasangan capres maka Jokowi dengan siapapun pasangannya bisa menang dalam satu putaran. “Kalau kondisi sekarang, Jokowi dengan pasangan siapapun, itu pasti menang,” ulas Direktur PollCom Institute itu.

Sebelumnya, berdasarkan survei terakhir SMRC yang berjudul “Koalisi Untuk Calon Presiden” diketahui bahwa dari simulasi terhadap lima capres ternyata elektabilitas Jokowi di angka 44,3 persen. Di bawahnya ada Prabowo dengan 28,4 persen, sedangkan Aburizal yang sudah menyandang capres Golkar hanya 9 persen. Di bawahnya ada nama Dahlan Iskan dengan elektabilitas 3,1 persen, sedangkan Mahfud MD di posisi terakhir adalah Mahfud MD (1,7 persen).

Selanjutnya, SMRC membuat simulasi pilpres dengan tiga pasang capres, yakni Jokowi lawan duet Prabowo-Hatta Rajasa dan Aburizal Bakrie-Wiranto. Kesimpulannya, figur cawapres akan berdampak pada elektabilitas Jokowi.  Namun, elektabilitas Prabowo justru turun saat diduetkan dengan tokoh lain.

Jika Jokowi bersanding dengan Mahfud MD, maka elektabilitasnya 47,6 persen. Angka itu masih di atas pasangan Prabowo-Hatta yang hanya 27,4 persen dan Aburizal-Wiranto 12,2 persen.

Sedangkan dari simulasi duet Jokowi-Jusuf Kalla, elektabilitasnya turun menjadi 46,1 persen. Namun angka itu masih tertinggi dibanding pasangan Prabowo-Hatta (28,5 persen) dan Aburizal Bakrie-Wiranto (12,1 persen).

Tokoh yang secara elektoral juga tinggi menjadi penamping Jokowi adalah Dahlan Iskan. Andai ada duet Jokowi-Dahlan maka elektabilitasnya adalah 44,6 persen. Meski tak setinggi duet Jokowi-Mahfud atau Jokowi-Kalla, namun elektabilitas Jokowi-Dahlan masih melebihi Prabowo-Hatta  (29,4 persen) dan Aburizal-Wiranto (12,2 persen).

Sedangkan dari simulasi dua pasang calon antara Jokowi kontra Prabowo, maka pengaruh figur cawapres akan semakin terlihat. Dalam simulasi dua pasangan, SMRC menempatkan kubu Jokowi kontra duet Prabowo-Ahmad Heryawan (Aher). Pemilihan Aher sebagai pendamping Prabowo karena mayoritas pemilih PKS (45 persen) memang lebih memilih capres yang juga Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra itu.

Andai pilpres digelar hari ini dengan hanya dua pasangan, Jokowi memang masih unggul di atas 15 persen dibanding Prabowo. Baik simulasi Jokowi dengan Mahfud, JK ataupun Dahlan, elektabilitas mantan Wali Kota Solo itu masih di atas Prabowo-Aher.

Dari simulasi SMRC, jika Jokowi menggandeng Mahfud maka elektabilitasnya adalah 52,8 persen. Sedangkan Prabowo-Aher hanya 32,8 persen.

Sementara dari simulasi duet Jokowi-Kalla, elektabilitasnya 52,4 persen dan duet Prabowo-Aher hanya 32,4 persen. Terakhir  andaikan Jokowi menggandeng Dahlan, elektabilitasnya adalah 52 persen, sementara Prabowo-Aher 32,8 persen.

(ind/jp)

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com