Tangerang – Komisi Pemilihan Umum (KPU) di setiap kabupaten/kota di Provinsi Banten, telah merampungkan keseluruhan rapat pleno rekapitulasi penghitungan surat suara Pilkada Banten. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Banten menetapkan pasangan calon Gubernur-calon Wakil Gubernur Banten Wahidin Halim-Andika Hazrumy sebagai peraih suara terbanyak dalam Pilkada Banten 2017.

Berdasarkan data hasil pleno tersebut, pasangan nomor urut 1 memerolehan suara sebesar 2.411.213 suara atau 50,95 persen. Sedangkan pasangan calon nomor urut 2 Rano Karno-Embay Mulya Syarief memeroleh 2.321.323 suara atau 49,05 persen. Selisih perolehan suara antara keduanya hanya 1,90 persen atau sebesar 89.890 suara dengan total suara sah sebesar 4.732.536 suara dari seluruh Kabupaten dan Kota di Banten.

Namun kemenangan Wahidin Andika ini dituduh curang oleh pihak yang kalah. Rano-Embay menyatakan banyak terjadi kecurangan pada pilkada Banten 2017 sehingga pihaknya mengajukan gugatan di Mahkamah Konstitusi.

Di saat yang sama, ada juga pengamat hukum tata negara yang juga komisaris BUMN mendukung langkah Rano-Embah dan PDI Perjuangan menggugat ke MK, ia bahkan menilai sengketa pilkada yang terjadi di Banten karena banyaknya temuan kecurangan pemilu mengharuskan MK tidak menggunakan batas selisih 0,5-2 persen untuk penggugatan.
“Seharusnya, MK dalam memeriksa sengketa hasil pilkada tidak hanya berpedoman kepada ambang batas pebedaan perolehan suara, antara 0,5 sampai 2 persen. Tetapi harus benar-benar kembali kepada khitah MK sebagai The Guardian Of Constitusion. Fungsi MK adalah menjaga konstitusi termasuk menjaga konstitusionalitas hasil pemilu dan Pilkada,” kata Refli ujarnya kepada media

Menanggapi gugatan tim Rano-Embay dan pendapat Refli Harun, praktisi hukum Sadeli Syihab menyatakan, dalam hal penegakan hukum, kepentingan membela kelompok politik dan paslon yang didukung harus dikesampingkan. Mahkamah Konstitusi ujarnya telah membuat aturan yang jelas dan sudah berjalan baik sejak pilkada serentak periode pertama, untuk pilkada provinsi dengan penduduk di atas 6 juta selisih maksimal yang diterima untuk disidangkan di MK adalah maksimal 1 persen. “Peraturan itu dibuat untuk ditaati bukan untuk dilanggar apalagi jika hanya dijadikan instrumen untuk kepentingan diri dan kelompoknya. Jangan sampai saat kalah menggugat dan minta aturan diubah tapi saat menang justru sebaliknya, berteriak minta agar MK mentaati aturan yang dibuatnya sendiri,” demikian ujar pengacara muda ini kepada media.

Sadeli justru melihat dalam pilkada yang harus dijunjung tinggi adalah sikap mau menerima kekalahan. Berapa penting sikap itu sampai di seluruh daerah yang diselenggarakan pilkada digelar kebulatan tekad dan penandatanganan kesanggupan siap kalah dan siap menang,” jelasnya.

Sadeli menambahkan asas yang  dijunjung tinggi dalam pilkada yakni Langsung, Umum, Bersih dan Rahasia (Luber) dan Jujur, Adil (Jurdil) wajib ditaati oleh semua. Negara menyiapkan perangkat untuk menyelenggarakan pilkada berdasarkan asas itu yakni KPUD dan Bawaslu yang disebar di semua tingkatan. “Untuk menjalankan asas luber dan jurdil negara mengeluarkan uang begitu banyak bahkan sampai di tiap TPS dibentuk relawan pemantau, ini luar biasa. Artinya asas luber dan jurdil justru dijalankan saat penyelenggaraan dan semua urusan perselisihan diselesaikan di tingkat penyelenggara,” demikian pungkasnya.

 

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com