Pilkada Kabupaten Purwakarta 2018 ternyata menarik perhatian publik. Banyak mata menelusuri kabar pilkada di daerah ini. Hal demikian terjadi karena munculnya isu kesinambungan dinasti untuk mempertahankan kekuasaan.

Saat pembukaan pendaftaran peserta pilkada Purwakarta jadi ramai diperbincangkan. Sebab penguasa setempat bersama istrinya sama-sama maju ikut pilkada. Dedi Mulyadi, Bupati petahana, mendaftar sebagai bakal calon wakil gubernur di Pilkada Jawa Barat sementara istrinya, Anne Ratna Mustika mendaftar sebagai bakal calon bupati di Purwakarta.

Pasangan suami istri sama-sama maju di pilkada di waktu yang sama baru pertama terjadi. Walau tidak ada aturan yang melarangnya namun respon publik cukup negatif.

Bahkan sempat muncul dugaan, adanya rencana calon tunggal agar tidak ada kesempatan bagi figur publik lain untuk maju. Namun diduga rencana itu gagal karena PPP dan PDIP berhasil membangun koalisi dan mengusung Sekda Purwakarta H. Padil Karsoma dan Acep Maman sebagai bakal pasangan calon.

Menanggapi majunya Sekda Purwakarta dalam pilkada melawan istri bupati yang nota bene adalah istri atasannya, pemerhati pilkada Agusta Surya Buana menilai kejadian itu sebagai langkah berani dan penuh pertimbangan. Menurutnya, Padil Karsoma tidak mungkin mau turun ke arena pilkada dan mengajukan pensiun dini jika tidak karena tuntutan moral dan panggilan batin.

Agusta menduga, Padil Karsoma terpaksa turun untuk menyelamatkan Purwakarta. Bisa saja itu dilakukannya karena tahu kapasitas bakal paslon yang dibidani bupati itu.

“Padil Karsoma itu birokrat senior. Dia pasti tahu mana kekurangan yang ada selama Dedi Mulyadi menjadi Bupati, dan jika kepemimpinan diwariskan ke istrinya, kekurangan itu bisa jadi bertambah,” ujarnya saat hadir dalam “Seri Bedah Pilkada Serentak Jawa Barat: Pilkada Purwakarta” yang digelar di Bandung, Rabu (17/1).

Sementara itu, peneliti Indopolitika Institute Mus S Galih memprediksi akan terjadi kejutan di Pilkada Purwakarta. Menurutnya, dari sisi isu akan terjadi pertarungan gagasan dan solusi atas persoalan bagaimana menyelaraskan budaya Sunda dan agama.

Kubu Dedi Mulyadi selama ini dikritik karena dianggap terlalu mengedepankan aspek budaya yang kurang memerhatikan keberatan hati kaum santri. Dibangunnya patung-patung yang berbagai arca lainnya dipandang menjauhkan nilai-nilai sejati yang dianut warga Purwakarta yaitu Islam dan santri.
“Nah kubu Padil Karsoma yang dipandang lebih agamis, nyantri, santun dan dekat dengan ulama pasti akan memberi antitesa atau setidaknya jenis program yang berbeda dari yang dikembangkan kubu Dedi Mulyadi,” ujar Mus di tempat yang sama.

Mus menambahkan, secara potensi dari sisi elektabilitas, Padil Karsoma bisa menyalip istri Dedi Mulyadi. Kapasitas, integritas, pengalaman dan keseniorannya dalam pemerintahan akan menjadi nilai tambah yang dapat meyakinkan pemilih untuk memberinya mandat meneruskan yang baik yang sudah ada dan memperbaiki serta mengoreksi yang kurang atau keliru.

“Saya kira Padil Karsoma punya kans besar kalahkan istri Dedi Mulyadi. Apalagi saat yang sama Dedi Mulyadi juga sibuk berkampanye untuk dirinya sendiri di Jawa Barat. Syaratnya adalah harus ada diferensiasi isu dan program, kalau Padil Acep berhasil melalukannya, mereka bisa menang,” pungkasnya. (ind)

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com