Indopolitika.com – Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi menilai, sekarang ini merupakan kondisi yang tepat untuk mempidanakan lembaga survei abal-abal terkait hasil Pilpres 2014 berdasarkan data hitung cepat pada 9 Juli 2014.
“Sudah kelihatan hasil hitung cepat yang kredibel berdasarkan rekapitulasi sekarang ini. Harus ada sanksi tegas berupa pemidanaan agar peristiwa penyebaran kabar bohong yang berpotensi menimbulkan keresahan tidak terulang lagi,” kata Ari, di Jakarta, Senin (21/7).
Diketahui, selain perang urat syaraf antar elite-elite pendukung Prabowo-Hatta dengan pendukung Jokowi-JK berupa perang data berupa hasil hitung cepat juga mewarnai Pilpres 2014.
Lembaga survei seperti LSN, Puskaptis dan IRC mengunggulkan Prabowo-Hatta. Sementara lembaga survei seperti Charta Politika, Cyrus Network, CSIS, Polltracking, LSI, IPI, SMRC, LIPI, Alvara bahkan Litbang Kompas, dan RRI menyajikan data yang menunjukkan kemenangan pasangan duet Jokowi-JK.
“Semua mengklaim surveinya paling tepat dan kredibel. Akhirnya publik pun terbuka matanya, mana lembaga survei yang kredibel dan tak kredibel,” kata Ari.
Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) berupaya mengaudit sejumlah lembaga survei yang berada dalam naungannya yang memenangkan Prabowo-Hatta. Namun, lembaga seperti Puskaptis menolak diaudit.
Hal itu, ujarnya, baiknya dijadikan dasar untuk menindaklanjuti laporan pemidanaan lembaga survei yang diduga abal-abal oleh polisi. Sebab, lembaga survei yang mengadakan penelitan tidak ilmiah, mengabaikan etika, kaidah-kaidah keilmuan dan mempublikasikannya merupakan bentuk upaya membohongi publik.
“Ini membuktikan, siapa yang abal-abal dan kredibel. Jadi mana survei yang dikerjakan secara asal-asalan apalagi oleh lembaga jajak pendapat abal-abal, akhirnya diketahui sudah,” kata Ari. (bs/ind)
Tinggalkan Balasan