Lembaga survei memiliki peran penting dalam mewujudkan nilai demokarasi di Indonesia. Survei yang dilakukan sering kali menyuarakan keinginan publik terkait gambaran tokoh yang diidamkan untuk menjadi pemimpin.

Termasuk salah satunya melalui survei yang mereka lakukan ketika Pilkada diselenggarakan. Demikian disampaikan mantan Direktur Lembaga Pendidikan, Penelitian dan Penerangan, Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Rustam Ibrahim dalam diskusi bertajuk Survei Politik Bermutu Dalam Pilkada Serentak 2015 di Jakarta, Kamis, (30/4/2015).

Namun Rustam menyayangkan, tak jarang lembaga survei juga ‘bermain’ untuk membentuk opini publik. Pada umumnya tindakan itu dilakukan oleh lembaga survei yang menjalankan survei pesanan.

Di kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya menyampaikan bahwa sering terjadi perdebatan apakah lembaga survei itu bersih dari kepentingan atau tidak. Hal senada disampaikan anggota Dewan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) Hamdi Muluk. Menurutnya, manipulasi hasil survei kerap kali dilakukan oleh lembaga survei yang juga merangkap sebagai tim sukses atau konsultan politik calon kepala daerah tertentu.

Menanggapi hasil diskusi Peneliti Lingkaran Survey Independen, Ahmad Fauzan  mengungkapkan‎ survey-survey yang digelar jauh sebelum pendaftaran calon biasanya dilakukan untuk mengetahui calon-calon potensial yang akan maju. Bisa juga dilakukan untuk menguji akan dengan siapa satu kandidat berpasangan atau untuk tujuan diusung partai politik.

“Survey tersebut biasanya sarat kepentingan pembayarnya, karena dilakukan untuk tujuan politis ketimbang akademis atau strategis,” ujarnya, di Batam, (30/04).

Fauzan mencontohkan survey yang dirilis LSKP di Batam baru-baru ini yang banyak dipertanyakan masyarakat.

Menurutnya, jika ada lembaga survey yang mempublikasikan surveynya secara massif baik melalui rilis ke media-media cetak dan elektronik maupun melakukan konferensi pers maka patut diduga lembaga tersebut adalah konsultan politik yang sedang melakukan penggiringan opini.

“Bisa saja untuk menggiring opini agar partai politik mau melamar calon atau bahkan bisa juga untuk kepentingan meyakinkan para donor,” bebernya.

Ketika diminta penilaian soal hasil survey LSKP tersebut, Fauzan menegaskan, sejauh dilakukan dengan metode yang benar dan kontrol yang rigit, satu survey bisa diterima. Untuk mengujinya hanya dengan melakukan survey dengan metode yang sama. (ind/red)

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com