Demonstran mendesak pemerintah Australia menerima ratusan pengungsi yang berada di kamp detensi Manus. (Foto: AFP/WILLIAM WEST)

Canberra: Lebih dari 600 orang ditangkap di enam negara atas kasus penyelundupan manusia sejak Australia memperkenalkan kebijakan kerasnya terhadap imigran gelap.

Menteri Imigrasi Peter Dutton menegaskan bahwa kebijakan kontroversial negaranya itu telah menyelamatkan banyak nyawa.

"Saya tidak mau menerima laporan adanya kematian di laut saat saya masih bertugas," ucap dia, seperti dikutip dari AFP, Rabu 24 Juli 2018. Dutton merujuk pada banyaknya imigran yang tewas tenggelam saat berusaha mencapai Australia.

Operasi Australia bertajuk "Operation Sovereign Borders" yang dimulai pada September 2013 telah berhasil menghentikan kedatangan banyak kapal berisi imigran gelap.

Sebelum kubu konservatif Australia mengambil alih kekuasaan pemerintah dan menerapkan kebijakan keras, sekitar 50 ribu orang telah membanjiri Australia dengan lebih dari 800 perahu dalam kurun lima tahun.

Ratusan imigran, termasuk dari Afghanistan, Sri lanka dan Timur Tengah, meninggal dunia di laut saat berusaha mencapai Australia dalam periode lima tahun itu.

"Penyelundupan manusia adalah kejahatan yang merampas harta benda dari pria, wanita dan anak-anak yang tidak bersalah," kata Dutton. 

"Mereka tidak peduli apakah mereka bisa sampai ke Australia atau tenggelam ke dasar lautan," lanjut dia.

Dia mengatakan upaya untuk menyelundupkan 2.500 orang telah dihentikan, dengan 33 perahu kembali, dan sebagian besar ke Indonesia baru-baru ini.

Dutton berterima kasih kepada pemerintah Indonesia, Sri Lanka, dan Malaysia atas keberhasilan operasi Australia. 

"Indonesia, Sri Lanka dan Malaysia telah membantu kami. Tidak hanya mencegah kapal-kapal untuk datang, tetapi juga keterlibatan dalam penangkapan penyelundup manusia," ungkap Dutton.

Sejak operasi dimulai, Canberra telah mengirim setiap kapal ke kamp-kamp pengungsi Pasifik di Papua New Guinea dan Nauru. Mereka tidak diizinkan untuk bermukim kembali di Australia, bahkan jika mereka datang dengan status pengungsi resmi.

Para imigran itu diberi pilihan untuk pulang ke negara asal, hidup di Manus atau Nauru, atau pergi ke negara ketiga. (Khalisha Firsada)

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com