INDOPOLITIKAAgung Sedayu Group, melalui kuasa hukumnya, Muannas Alaidid, memberikan penjelasan terkait kepemilikan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di sepanjang pagar laut misterius yang membentang sepanjang 30 kilometer di pesisir Tangerang, Banten.

Kuasa hukum Agung Sedayu Group Muannas Alaidid mengatakan, hanya sebagian kecil dari HGB yang ada di area pagar laut tersebut yang dimiliki oleh anak perusahaan kliennya, yakni PT Intan Agung Makmur (IAM) dan PT Cahaya Inti Sentosa (CIS). Namun, kepemilikan tersebut terbatas pada dua desa di Kecamatan Pakuhaji.

“Dari total panjang pagar laut 30 kilometer, kepemilikan HGB milik anak perusahaan PIK PANI (PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk – PIK2) dan PIK non-PANI, yaitu PT IAM dan PT CIS, hanya ada di dua desa di Kecamatan Pakuhaji, khususnya di Desa Kohod. Di daerah lainnya, tidak ada kepemilikan HGB,” jelas Muannas, Kamis (23/1).

Muannas menegaskan bahwa pagar laut yang membentang tersebut melewati enam kecamatan di wilayah Tangerang. Namun, tidak seluruh HGB di area pagar laut tersebut dimiliki oleh Agung Sedayu Group atau anak perusahaannya.

“Saya ingin meluruskan agar tidak ada kesalahpahaman. Pagar laut ini membentang di enam kecamatan. Namun, tidak semua bagian dari pagar tersebut memiliki SHGB milik kami. SHGB yang dimiliki anak perusahaan PANI dan non-PANI, PT IAM dan PT CIS, hanya ada di satu kecamatan, yakni di Desa Kohod. Jadi, bukan sepanjang 30 kilometer itu terdapat lahan SHGB milik kami,” ujarnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa pagar laut di wilayah Tangerang bukanlah hal baru. Muannas merujuk pada pengakuan mantan Bupati Tangerang, Zaki Iskandar, yang menyatakan telah meninjau langsung area pesisir tersebut pada tahun 2014, jauh sebelum pembangunan PIK 2 dimulai.

“Menurut mantan Bupati Tangerang, Zaki Iskandar, saat baru dilantik, beliau sempat mengunjungi pesisir tersebut pada tahun 2014 dengan menyewa tiga perahu bersama beberapa awak media untuk memantau langsung kondisi pantura Kabupaten Tangerang. Pagar-pagar laut itu sudah ada sebelum PIK 2 berdiri, bahkan sebelum Pak Jokowi menjabat presiden,” tambah Muannas.

Terkait dengan rencana Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, yang berencana mencabut SHGB di wilayah tersebut, Muannas mengatakan pihaknya belum menerima informasi resmi mengenai hal tersebut. Ia menegaskan bahwa sebelum pencabutan dilakukan, langkah hukum dan prosedural perlu dipahami dan ditempuh.

“Kami masih memeriksa apa yang menjadi dasar pencabutan tersebut, karena sampai sekarang belum ada pemberitahuan resmi yang kami terima melalui surat. Kami perlu mempelajari lebih lanjut alasan prosedural dan yuridis yang menjadi pertimbangan keputusan tersebut,” jelasnya.

Muannas juga menambahkan bahwa SHGB yang dimiliki oleh anak perusahaan PANI diperoleh melalui proses yang sah dan sesuai prosedur yang berlaku. Lahan tersebut dibeli dari masyarakat pemilik Sertifikat Hak Milik (SHM), kemudian dilakukan proses balik nama secara resmi.

“SHGB yang dimiliki anak perusahaan kami diperoleh dengan cara yang sah sesuai prosedur yang berlaku. Kami membeli dari pemilik SHM dan proses balik nama dilakukan dengan resmi, termasuk membayar pajak dan memperoleh SK surat izin lokasi atau PKKPRL (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut),” tutup Muannas. (Chk)

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com