INDOPOLITIKA – Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten, persentase penduduk miskin di Provinsi Banten pada Maret 2024 tercatat sebesar 5,84 persen, mengalami penurunan sebesar 0,33 persen dibandingkan dengan Maret 2023.
Jumlah penduduk miskin pada Maret 2024 tercatat sebanyak 791,61 ribu orang, turun sebanyak 34,5 ribu orang dibandingkan dengan Maret 2023.
Di antara delapan kabupaten/kota di Banten, Kabupaten Pandeglang memiliki persentase penduduk miskin tertinggi, yakni 9,18 persen, diikuti oleh Kabupaten Lebak 8,44 persen, Kabupaten Tangerang 6,55 persen.
Selanjutnya, Kota Serang 5,65 persen, Kota Tangerang 5,43 persen, Kabupaten Serang 4,51 persen, Kota Cilegon 3,75 persen, dan Kota Tangerang Selatan 2,36 persen.
Kepala BPS Banten, Faizal Anwar, menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin di kabupaten/kota di Banten juga mengalami penurunan, seperti halnya angka kemiskinan di tingkat provinsi.
“Namun, kami tidak merilis angka tersebut, kami hanya menyediakan data dalam bentuk tabel yang telah dikirimkan ke masing-masing kabupaten/kota untuk digunakan secara internal,” jelas Faizal.
Dia menambahkan bahwa data jumlah penduduk miskin ini berasal dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Berdasarkan data 2023, persentase penduduk miskin di Kabupaten Pandeglang adalah 9,27 persen, Kabupaten Lebak 8,66 persen, Kabupaten Tangerang 6,93 persen, dan Kabupaten Serang 4,85 persen. Sedangkan, di Kota Tangerang 5,89 persen, Kota Cilegon 3,98 persen, Kota Serang 6,20 persen, dan Kota Tangerang Selatan 2,57 persen.
Jumlah penduduk miskin di setiap kabupaten/kota di Banten;
-
Kabupaten Pandeglang 113,45 ribu jiwa,
-
Kabupaten Lebak 111,71 ribu jiwa,
-
Kabupaten Tangerang 266,43 ribu jiwa,
-
Kabupaten Serang 68,86 ribu jiwa,
-
Kota Tangerang 128,91 ribu jiwa,
-
Kota Cilegon 17,31 ribu jiwa,
-
Kota Serang 41,62 ribu jiwa,
-
Kota Tangerang Selatan 43,33 ribu jiwa.
Total jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten adalah 791,61 ribu jiwa. Faizal menjelaskan bahwa untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), yang memandang kemiskinan sebagai ketidakmampuan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non-makanan, yang diukur berdasarkan Garis Kemiskinan.
Garis Kemiskinan ini terdiri dari dua komponen: Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM).
Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah antara daerah perkotaan dan perdesaan. GKM merujuk pada nilai pengeluaran untuk kebutuhan makanan minimum yang setara dengan 2.100 kalori per kapita per hari, dengan paket komoditas yang meliputi 52 jenis bahan makanan di perkotaan.
GKBM mencakup kebutuhan dasar untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan, dengan paket komoditas yang meliputi 51 jenis komoditas di perkotaan dan 47 jenis di perdesaan.
Garis Kemiskinan per rumah tangga dihitung dengan mengalikan Garis Kemiskinan per kapita dengan rata-rata jumlah anggota rumah tangga pada rumah tangga miskin. Penduduk miskin adalah mereka yang memiliki pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.
Data utama untuk menghitung tingkat kemiskinan pada Maret 2024 bersumber dari Susenas bulan Maret 2024. (Rzm)
Tinggalkan Balasan