INDOPOLITIKAAmerika Serikat (AS) kembali mengkritik kebijakan pemerintah Indonesia, kali ini terkait dengan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Dalam laporan National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers yang diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR), AS menyatakan bahwa kebijakan dan praktik kepabeanan Indonesia menyulitkan pelaku usaha asing dan tidak sesuai dengan komitmen Indonesia dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Salah satu hal yang menjadi sorotan adalah metode penilaian bea masuk yang diterapkan oleh petugas Bea Cukai Indonesia, yang dianggap tidak sesuai dengan Perjanjian Penilaian Kepabeanan (Customs Valuation Agreement/CVA) yang diatur oleh WTO.

Melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 16/2021, Indonesia mewajibkan verifikasi produk sebelum pengiriman, yang mencakup berbagai barang seperti elektronik, tekstil, makanan dan minuman, serta kosmetik, yang harus dilakukan oleh perusahaan surveyor.

“Hingga 31 Desember 2024, Indonesia belum memberikan pemberitahuan terkait ketentuan ini kepada WTO sebagaimana diatur dalam Perjanjian Pemeriksaan Pra-pengapalan WTO,” tulis USTR dalam laporannya, yang dikutip pada Senin (21/4/2025).

Selain itu, sistem pemberian insentif kepada petugas Bea Cukai Indonesia juga menjadi perhatian. Hal ini bertentangan dengan Perjanjian Fasilitasi Perdagangan WTO, yang mengharuskan negara anggota untuk menghindari sistem yang memberikan insentif berlebihan, yang berpotensi mendorong praktik penegakan hukum yang berlebihan.

“Indonesia telah menginformasikan peraturan penilaian kepabeanannya kepada WTO sejak September 2001, namun hingga kini belum memberikan jawaban atas Daftar Pertanyaan WTO terkait implementasi Perjanjian Penilaian Kepabeanan tersebut,” tulis USTR.(Hny)

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com