INDOPOLITIKA- Gaya kepemimpinan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dinilai semakin hari semakin aneh. Hal itu diungkapkan oleh Wakorbid Pratama Partai Golkar, Bambang Soesatyo, saat menanggapi video pengambilan sumpah setia oleh jajaran pengurus DPD Jawa Barat di hadapan Airlangga Hartarto.

Sebuah video yang memperlihatkan Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengeja sumpah di hadapan para pengurus DPD Golkar tingkat Kabupaten/Kota dan ikut mengulangi kalimat dalam sumpah tersebut, viral di media sosial.

Bambang Soesatyo menilai, telah terjadi keanehan dalam praktek kepemimpinan Airlangga Hartarto. Hal itu jelas menurunkan citra Partai Golkar sebagai partai politik modern berhaluan nasionalis tengahan.

Bambang menjelaskan, sejatinya, dalam setiap agama, sumpah yang diucapkan di bawah kitab suci, dengan membawa nama Allah sang pencipta alam semesta, merupakan sesuatu yang sakral, mulia, dan sarat pesan amanah.

“Hal itu dilakukan agar yang bersangkutan mengingat dengan sungguh-sungguh amanah yang diberikan melalui jabatan tersebut,” tutur Bamsoet, Minggu (1/9/2019).

Ia melanjutkan, apabila dihubungkan dengan situasi riil yang menimpa Partai Golkar hari-hari ini, maka aksi sumpah para pengikut Airlangga itu tampak tidak lazim dan cenderung aneh.

“Bagaimana bisa di tengah kerusakan organisasi Partai Golkar yang telah ditimbulkan oleh Airlangga, para pengurus harus mengucapkan sumpah dengan membawa nama Allah untuk tetap mendukung Airlangga,” tegas Bamsoet

Kata dia, yang sungguh mengherankan dari kejadian tersebut ketika para pengurus Partai Golkar di Jawa Barat itu juga bersumpah bahwa siapa yang berkhianat atau membuat penghianatan terhadap Airlangga, akan mendapatkan laknat.

“Bagaimana mungkin, Airlangga yang sudah berkhianat terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Golkar, serta berlaku semena-mena misalnya dengan aksi pendudukan sepihak Kantor DPP Partai Golkar, meminta para pengurus Golkar untuk tidak mengkhianatinya?,” kata Bamsoet.

Ia berpendapat, sumpah tersebut menjadi proporsional dan logis diberikan kepada Airlangga, apabila Airlangga terbukti sebagai pemimpin yang amanah, menjadi sumber keteladanan, dan bijaksana. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, kata dia, Airlangga adalah pemimpin yang telah menimbulkan banyak kerusakan di dalam organisasi, malah disumpah atas nama Allah untuk tetap dipilih.

“Pada titik ini, jelas terlihat, bahwa Airlangga, para loyalis, dan pengikutnya hanya menjadikan agama sebagai perkakas politik. Padahal, agama itu simbol kejujuran yang harus tercermin dalam setiap jabatan yang diemban oleh pemeluk agama termasuk yang sedang menjabat sebagai ketua umum,” ujar Bamsoet.

Bamsoet melanjutkan, agama sebagai simbol moral tertinggi di mana aktualusasinya tercermin dalam kehidupan pribadi, penuh tanggung jawab, respinsif terhadap aspirasi, rela menderita demi orang yang di pimpinnya, berbelarasa dan melayani.

Sayangnya, kata dia, perilaku mulia sebagai karakter pemimpin itu tidak tercermin pada diri Airlangga saat dia memimpin Partai Golkar semenjak Munaslub 2017.

“Itu artinya Airlangga, para loyalis dan pengikutnya hanya menjadi agama sebagai alat bagi pemuasan kepentingan kekuasaan politik belaka,” ucap Bamsoet.

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com