Gencarnya informasi mengenai rencana berpasangannya Prabowo dan Hatta Rajasa memunculkan berbagai pendapat. Aktivis menilai langkah ini akan menjadi blunder karena sebelumnya Prabowo menyatakan anti- neoliberal.
Prabowo dipuji para aktivis karena berani menentang kebijakan pemerintah SBY yang neolib bahkan secara terang benderang Prabowo menyatakan bertobat dan menyadari bahwa neoliberalisme tidak cocok bahkan bertentangan paham ekonomi Indonesia.
Nurjannah dari Pergerakan Perempuan Nusantara mengingatkan Prabowo untuk tak asal-asalan membangun koalisi. Rambu-rambunya adalah 6 program aksi partai Gerindra dan pernyataan Prabowo yang beberapa waktu lalu telah mengaku tobat dari neoliberalisme (neolib).
Berdasarkan dua kriteria ini, Gerindra sebaiknya tidak memilih mitra koalisi dari partai-partai yang saat ini berada dalam Kabinet Indonesia Bersatu II. Soalnya, menurut Nurjannah, partai-partai ini dianggap bertanggung jawab dan memainkan peran penting dalam merajalelanya neolib di Indonesia. Pilihan yang pantas bagi Gerindra adalah partai-partai oposisi.
“Karena dipastikan akan bersaing dengan PDIP, pilihan Gerindra hanyalah Hanura atau Nasdem. Selain itu, Gerindra juga masih berpeluang menggaet dua partai yang diprediksi tak lolos ke senayan (PBB dan PKPI). Di luar ini, Gerindra dan lebih-lebih Prabowo akan dianggap berbohong,” demikian Nurjannah menjelaskan.
Meski begitu, menurut Nur, tak semua partai dalam KIB beraroma neolib.
“Yang labelnya paling kuat memang PD, PAN, Golkar dan juga PKS. Menteri-menteri dari empat partai ini termasuk penyokong kebijakan impor. Karena itu, Gerindra masih mungkin menggandeng PPP atau PKB tanpa banyak menimbulkan persoalan yang serius, ” pangkasnya. (*/ip)