INDOPOLITIKABank Dunia atau World Bank baru-baru ini merilis penjelasan resmi terkait pembaruan garis kemiskinan global yang berdampak signifikan terhadap peningkatan jumlah penduduk yang dikategorikan miskin di Indonesia.

Penjelasan tersebut dituangkan dalam sebuah dokumen resmi berupa Lembar Fakta (Factsheet) berjudul “The World Bank’s Updated Global Poverty Lines: Indonesia”, yang dirilis kemarin.

Pembaruan ini merupakan bagian dari penyesuaian terhadap standar purchasing power parities (PPP) terbaru tahun 2021, menggantikan standar sebelumnya yakni PPP 2017.

Penyesuaian ini dilakukan sebagai upaya Bank Dunia untuk menciptakan tolok ukur global yang lebih akurat dalam mengukur dan membandingkan tingkat kemiskinan antarnegara di seluruh dunia.

Dalam dokumen tersebut dinyatakan bahwa, “Ini dirancang untuk membandingkan negara-negara dengan standar global dan memantau kemajuan di seluruh dunia dalam pengurangan kemiskinan,” bunyi pernyataan sebagaimana dikutip pada Selasa, (17/6/2025).

Dengan penerapan PPP 2021, Bank Dunia kini menetapkan batas garis kemiskinan ekstrem sebesar US$ 3,00 per hari, yang bila disesuaikan dengan biaya hidup di Indonesia setara dengan sekitar Rp 546.400 per bulan per individu.

Selain itu, Bank Dunia juga memperkenalkan dua tingkat garis kemiskinan lainnya: untuk negara berpendapatan menengah ke bawah (lower-middle-income countries/LMIC), standar garis kemiskinan ditetapkan sebesar US$ 4,20 per hari atau sekitar Rp 765.000 per bulan.

Sedangkan untuk negara berpendapatan menengah atas (upper-middle-income countries/UMIC), standar tersebut mencapai US$ 8,30 per hari atau sekitar Rp 1.512.000 per bulan per orang.

Perbedaan metodologi ini menyebabkan ketidaksesuaian angka kemiskinan antara standar internasional yang digunakan Bank Dunia dan standar nasional yang digunakan Badan Pusat Statistik (BPS).

Misalnya, menurut penghitungan terbaru berdasarkan garis kemiskinan ekstrem internasional, sekitar 5,4% dari total penduduk Indonesia yang diperkirakan mencapai 285,1 juta jiwa pada tahun 2024 tergolong miskin.

Sementara itu, jika digunakan standar LMIC, jumlah tersebut melonjak menjadi 19,9%. Lebih mencengangkan lagi, apabila menggunakan batas UMIC, sebanyak 68,3% penduduk Indonesia tercatat berada di bawah garis kemiskinan.

Pembaruan ini bukan hanya berdampak pada statistik kemiskinan nasional, tetapi juga membawa tantangan tersendiri dalam perumusan kebijakan sosial dan ekonomi di tingkat domestik, mengingat adanya perbedaan signifikan dalam pendekatan antara indikator global dan indikator lokal.(Hny)

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com