INDOPOLITIKA.COM – Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama DPR, Bawaslu dan DKPP, serta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada Jumat (13/5/2022) telah melaksanakan konsinyering soal penyelenggaraan pemilu 2024.

Anggota komisi II DPR Guspardi Gaus membeberkan hasil lengkap konsinyering itu. Guspardi mengatakan rapat tersebut menghasilkan beberapa kesepahaman soal tahapan dan anggaran Pemilu 2024 untuk nantinya diputuskan dalam rapat dengar pendapat (RDP).

Anggaran Pemilu 2024 disepakati sebesar Rp 76 triliun. Angka tersebut merupakan hasil rasionalisasi dari usulan awal KPU sebesar Rp 86 triliun.

“Dari Rp 86 triliun jadi Rp 76 triliun ini pun kita sudah mencoba untuk mengkritisi meminta juga supaya dilakukan penghematan untuk dibawa ke RDP,” kata Guspardi kepada wartawan, Senin (16/5/2022).

Durasi masa kampanye Pemilu 2024. Sebelumnya, kata Guspardi, KPU mengusulkan masa kampanye selama 120 hari, pemerintah merekomendasikan 90 hari dan Komisi II menyampaikan 60-75 hari. “Akhirnya kesimpulan semua anggota fraksi di DPR minta durasi kampanye adalah 75 hari,” ujarnya.

Guspardi mengatakan terdapat catatan penting yang disampaikan dalam konsinyering terkait durasi 75 hari masa kampanye ini, yakni tentang pengadaan logistik dan durasi sengketa pemilu. Menurutnya, dua persoalan itu jika bisa diakomodasi, maka durasi masa kampanye bisa dilakukan selama 75 hari.

“Hal-hal yang berkaitan dengan logistik pemilu, pemerintah akan menyiapkan regulasi dan Presiden juga diminta untuk bisa mengeluarkan Keppres dalam mendukung logistik pemilu 2024,” ucapnya.

Sementara itu, terkait sengketa pemilu merupakan ranah Bawaslu Bawaslu dan PTUN di Mahkamah Agung (MA). DPR, menurut Guspardi, nantinya akan melakukan pertemuan dengan ketua MA untuk membahas waktu sengketa agar lebih singkat, sehingga bisa dilakukan masa kampanye selama 75 hari.

“Karena itu catatan 75 hari ini bisa dilakukan jika difasilitasi untuk mempersingkat proses sengketa di PTUN,” tambah Guspardi.

Terakhir, Guspardi mengatakan DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu sepakat belum menggunakan teknologi pemungutan suara memakai perangkat elektronik atau e-voting pada Pemilu 2024. Pasalnya, infrastruktur teknologi informasi belum merata. Pemungutan suara masih menggunakan sistem seperti pada Pemilu 2019.

“Kita lihat Indonesia bukan hanya Pulau Jawa dan di Jawa pun masih ada hal-hal berkaitan pendukung digitalisasi belum sempurna seperti masalah internet, masalah Wifi, apalagi di luar Jawa, sehingga keputusan yang kita ambil tetap menerapkan sistem seperti Pemilu 2019,” kata Guspardi. [rif]

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com