Indopolitika.com – Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Jakarta dan Keluarga Besar Alumni Universitas Trisakti menolak pencalonan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto, sebagai capres pada Pilpres 2014. Menurut mereka, Prabowo diduga terlibat dalam peristiwa penculikan tahun 1997–1998.
“Prabowo Subianto sebagai capres memiliki permasalahan secara HAM, moral, dan hukum. Atas dasar itu, kami menolak pencalonan Prabowo Subianto,” kata Koordinator Keluarga Besar Alumni Universitas Trisakti, Indra Simatupang, dalam diskusi “Melawan Lupa- Tragedi Berdarah Trisakti” di Jakarta, Kamis (8/5).
Menurut Indra, tragedi Trisakti yang terjadi pada 12 Mei 1998 serta kasus penculikan pada 1997–1998 menimbulkan luka mendalam bagi kemanusiaan, terlebih belakangan ini, penuntasannya cenderung mandek.
Di tengah itu, justru muncul capres yang diduga terlibat dalam tragedi tersebut. Ketua PBHI Jakarta, Poltak Agustinus Sinaga, mengungkapkan komitmen terhadap HAM dan koomitmen untuk menyelesaikan semua kasus pelanggaran HAM sudah seharusnya menjadi komitmen serta platform partai politik dan para capres.
Nantinya, hal itu juga harus direalisasikan ketika mereka berkuasa. “Perjuangan menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM adalah bagian perjuangan melawan lupa dan menjadi tugas suci kita bersama,” kata Poltak.
Bagian Persoalan
Komitmen soal HAM itu, sambung Poltak, tidak mungkin diamanatkan kepada capres yang diduga menjadi bagian dari pelaku pelanggaran HAM itu sendiri. Karena itu, menjadi tugas bersama untuk mengingatkan bahwa saat ini ada capres yang diduga terlibat dalam tragedi tersebut.
Sementara itu, Ketua Setara Institute, Hendardi, mengatakan perlawanan dan perjuangan untuk penuntasan HAM yang pelakunya seperti mendapat imunitas hukum haruslah bisa memanfaatkan momentum. Salah satu momentum itu adalah pemilu.
“Sekarang momentumnya pemilu, harus dijajdikan peradilan politik untuk menyeleksi para kontenstan pelanggaran HAM, khususnya pelanggaran HAM berat,” katanya. Menurut Hendardi, kalau ke depan bangsa ini dipimpin oleh yang punya masa lalu dengan HAM, jangan harap akan ada penuntasan kasus-kasus hukum dan HAM masa lalu. Yang terjadi justru ada kemungkinan terjadi pengulangan pelanggaran HAM.
“Harus selektif agar calon pemimpin bangsa bukan yang punya masalah HAM masa lalu,” tegasnya. (Ind/ant)
Tinggalkan Balasan