INDOPOLITIKA – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengajukan usulan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan pada 2025, mengingat adanya potensi defisit yang bisa terjadi pada 2026. Hal ini disebabkan oleh pengeluaran yang lebih besar dibandingkan pendapatan yang diterima dari premi peserta.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menjelaskan bahwa kenaikan iuran BPJS Kesehatan dapat dilakukan setiap dua tahun, sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai Jaminan Kesehatan. Namun, sejak 2020, tarif iuran belum mengalami perubahan.
“Ini sudah dua periode sejak 2020, iuran belum disesuaikan,” ujar Ghufron (11/11/2024).
Meskipun ada regulasi yang mengatur, keputusan akhir soal kenaikan iuran BPJS Kesehatan tetap berada di tangan Presiden Prabowo Subianto, bersama kementerian terkait.
“Soal apakah iuran naik atau tidak, itu sepenuhnya keputusan Presiden. Ini lebih bersifat politis,” tambah Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan, Mahlil Ruby.
Mahlil menambahkan bahwa pihaknya sudah menghitung besaran kenaikan iuran BPJS yang ideal, namun ia enggan menyebutkan angka pastinya.
“Kami sudah memiliki perhitungan, tetapi angka pastinya belum bisa diumumkan,” kata Mahlil.
Defisit Potensial BPJS Kesehatan
Meskipun aset BPJS Kesehatan dinilai masih sehat, Ali Ghufron mengakui adanya risiko defisit yang dapat terjadi dalam beberapa tahun mendatang.
“Jumlah pemakai layanan BPJS Kesehatan semakin masif, kini sekitar 1,7 juta orang per hari, jauh lebih banyak dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya,” jelasnya.
Sebelumnya, hanya sekitar 252 ribu orang yang memanfaatkan layanan BPJS per hari. Ghufron menambahkan bahwa biaya kesehatan yang semakin tinggi, termasuk inflasi medis yang mencapai 13,6% pada 2023, turut mempengaruhi stabilitas keuangan BPJS Kesehatan.
“Jika tidak ada intervensi, risiko defisit ini bisa terjadi pada 2026,” imbuhnya.
Sebagai solusi, BPJS Kesehatan mengusulkan penerapan ‘cost sharing’ atau pembagian biaya layanan kesehatan, yang selama ini diterapkan di beberapa negara.
“Ini bisa mengurangi jumlah kunjungan yang tidak perlu ke rumah sakit dan sekaligus meningkatkan pendapatan untuk rumah sakit,” kata Ghufron.
Kenaikan Iuran: Keniscayaan atau Pilihan?
Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, menyatakan bahwa kenaikan iuran BPJS Kesehatan merupakan langkah yang tak terhindarkan untuk menjaga keberlanjutan program jaminan kesehatan nasional.
“Namun, sebelum itu, pemerintah perlu memastikan kualitas layanan kesehatan yang lebih baik, agar masyarakat dapat menerima kenaikan tersebut dengan pemahaman yang positif,” ujarnya.
Menurut Edy, inflasi medis dan meningkatnya jumlah peserta BPJS Kesehatan membuat defisit menjadi masalah serius.
“Jumlah peserta kini hampir 98% dari total penduduk Indonesia, dan jumlah kunjungan ke fasilitas kesehatan juga meningkat signifikan,” jelasnya.
Edy juga menyoroti pentingnya peran Kementerian Kesehatan dalam meningkatkan layanan kesehatan agar beban BPJS Kesehatan tidak semakin berat.
“Peningkatan layanan kesehatan harus menjadi prioritas pemerintah,” katanya.
Selain itu, Edy mengusulkan adanya relaksasi atau keringanan bagi peserta mandiri yang menunggak iuran, dengan penghapusan tunggakan untuk peserta miskin atau pemberian diskon untuk mereka yang mampu.
“Saat ini ada sekitar 14 juta peserta yang menunggak, yang membuat mereka tidak aktif sebagai peserta BPJS Kesehatan,” ungkapnya.
Perlunya Pengawasan pada Peserta PBI
Edy juga mencermati ketepatan subsidi yang diberikan kepada peserta penerima bantuan iuran (PBI). Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, ditemukan bahwa 35% peserta PBI adalah pekerja penerima upah (PPU), yang seharusnya membayar iuran sendiri.
“Ini jelas merupakan bentuk fraud. Pemerintah dan BPJS Kesehatan perlu mengawasi hal ini dengan lebih ketat,” kata Edy.
Sebagai langkah perbaikan, Edy menyarankan agar pengusaha membayar iuran untuk pekerjanya sebesar 4%, sementara pekerja membayar 1%, sehingga iuran yang terkumpul dapat meningkat, dan BPJS Kesehatan dapat lebih berkelanjutan.
Dengan adanya berbagai usulan dan perhitungan yang matang, pemerintah dan BPJS Kesehatan akan segera menentukan langkah-langkah strategis guna memastikan keberlanjutan program jaminan kesehatan ini di masa depan. (Chk)
Tinggalkan Balasan