Jelang akhir masa jabatan DPR-RI periode 2009-2014, para wakil rakyat di gedung DPR saat ini sedang melakukan proses seleksi dan pemilihan anggota baru BPK. Hal tesebut dilakukan guna menggantikan beberapa anggota BPK lama yang sudah memasuki masa purna tugas.

Namun beredar isu tak sedap, proses pemilihan tersebut diduga ditunggangi oleh kepentingan politik dari partai politik dan anggota DPR yang tidak lagi terpilih untuk periode lima tahun mendatang. Beberapa nama politisi yang ikut mendaftar sebagai anggota BPK memperkuat validitas isu ini.

Menyikapi hal tersebut, pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Andi Syafrani, berharap agar lembaga wakil rakyat itu bisa menjaga independensi dan profesionalitas serta kemandirian BPK sebagai lembaga negara yang sangat penting dalam pengurusan keuangan negara.

“BPK adalah instrumen negara yang sangat penting dalam rangka tujuan dan keinginan bersama memberantas korupsi di negara ini. Pasal 10 UU BPK No. 15/2006 memberikan privilege kepada BPK sebagai satu-satunya lembaga negara yang dapat menentukan unsur kerugian negara dalam dugaan Tipikor,” ujar Andi kepada wartawan di Jakarta, Jumat (12/6).

“BPK adalah pintu masuk intrumental dalam upaya pemberantasan korupsi.  Oleh karena itu, BPK harus diisi oleh orang-orang yang jelas rekam jejaknya dalam isu pemberantasan korupsi,” tambahnya.

Andi yang juga dosen UIN itu menambahkan, sebagai lembaga yang bebas dan mandiri, sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 2 UU BPK No. 15/2006, (anggota) BPK harus terlepas dari segala ikatan kepentingan politik yang dapat mengganggu independensi dan integritasnya kelak saat menjabat.

“Calon anggota BPK sedapat mungkin tidak memiliki hubungan politik tertentu dengan Partai Politik. Kalaupun ada calon yang berasal dari atau pernah menjadi anggota parpol, maka seharusnya harus betul-betul diperhatikan rekam jejaknya dan korelasi keahliannya dengan tugas dan kerja BPK sebagai lembaga audit keuangan negaran,” jelas Andi.

Bahkan idealnya, BPK mestinya diisi oleh orang-orang profesional, orang-orang yang berasal dari pejabat karir yang berpengalaman. Jangan sampai ada kesan, BPK menjadi lembaga ‘penampungan’ bagi politisi yang tidak punya jabatan atau tidak lagi terpilih duduk di DPR mendatang.

“Koalisi Merah Putih yang saat ini dominan suaranya di parlemen usai pilpres kemarin, semestinya jangan hanya mendorong politisi saja, tapi harus juga memprioritaskan pejabat karir yang memiliki kapabilitas dan akuntabilitas,” pungkas Andi. (rm/ind)

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com