INDOPOLITIKA – Ancaman megathrust di wilayah Indonesia kembali menjadi sorotan sejak tahun 2024 lalu, dan baru-baru ini Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) merilis hasil riset terbaru mengenai potensi megathrust yang dapat meledak kapan saja.
Fokus utama dari riset ini adalah kawasan Selat Sunda dan Pantai Selatan Jawa yang dianggap sebagai zona merah megathrust.
Peneliti dari Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Nuraini Rahma, menjelaskan bahwa hasil riset menunjukkan segmen megathrust di selatan Jawa, termasuk Selat Sunda, menyimpan energi tektonik besar yang berpotensi menyebabkan gempa dengan kekuatan magnitudo 8,7 hingga 9,1.
Berdasarkan simulasi yang dilakukan oleh BRIN bersama tim peneliti dari berbagai institusi, jika tsunami terjadi, ketinggian gelombang bisa mencapai 20 meter di pesisir selatan Jawa, 3 hingga 15 meter di Selat Sunda, dan sekitar 1,8 meter di pesisir utara Jakarta.
“Potensi megathrust ini dapat memicu gempa besar dan tsunami, yang akan menjalar melalui Selat Sunda hingga Jakarta dengan waktu kedatangan sekitar 2,5 jam,” ujar Rahma dalam keterangannya yang dikutip dari situs BRIN, Minggu (5/1/2025).
Penelitian juga menunjukkan bahwa fenomena serupa pernah terjadi dalam sejarah, seperti tsunami Pangandaran pada tahun 2006 yang dipicu oleh pergerakan tanah bawah laut di dekat Nusa Kambangan.
Nuraini Rahma menambahkan bahwa energi yang terjebak di zona subduksi selatan Jawa terus bertambah seiring waktu.
Jika energi ini dilepaskan sekaligus, gempa besar dan tsunami dapat terjadi, berdampak tidak hanya pada pesisir selatan Jawa, tetapi juga wilayah pesisir lainnya.
Selain itu, di daerah perkotaan seperti Jakarta, yang memiliki kepadatan penduduk tinggi dan tanah yang cenderung memperbesar goncangan, upaya mitigasi gempa menjadi sangat penting, termasuk retrofitting atau penguatan struktur bangunan.
“Retrofitting sangat krusial, terutama di kawasan padat penduduk, karena goncangan kuat bisa menyebabkan kerusakan masif dan menimbulkan korban jiwa,” tambah Rahma.
Di kawasan industri seperti Cilegon, potensi gempa juga dikhawatirkan dapat memicu kebakaran akibat kebocoran bahan bakar atau bahan kimia di pabrik-pabrik besar, yang menjadi salah satu ancaman sekunder yang harus diantisipasi dengan penerapan standar keamanan yang ketat.
Selain itu, melalui penelitian paleotsunami, BRIN menemukan bahwa gempa megathrust di selatan Jawa terjadi dengan periode ulang sekitar 400 hingga 600 tahun.
Dengan kejadian terakhir diperkirakan pada 1699, saat ini energi yang tersimpan telah mencapai titik kritis. Rahma pun mengingatkan bahwa bencana seperti tsunami Aceh mengajarkan kita bahwa kesiapsiagaan dan mitigasi bencana sangat penting untuk menyelamatkan nyawa.
BRIN juga merilis daftar 13 segmen megathrust yang mengancam wilayah Indonesia, sebagai berikut:
1. Megathrust Mentawai-Pagai dengan potensi gempa M8,9
2. Megathrust Enggano dengan potensi gempa M8,4
3. Megathrust Selat Sunda dengan potensi gempa M8,7
4. Megathrust Jawa Barat-Jawa Tengah dengan potensi gempa M8,7
5. Megathrust Jawa Timur dengan potensi gempa M8,7
6. Megathrust Sumba dengan potensi gempa M8,5
7. Megathrust Aceh-Andaman dengan potensi gempa M9,2
8. Megathrust Nias-Simelue dengan potensi gempa M8,7
9. Megathrust Batu dengan potensi gempa M7,8
10. Megathrust Mentawai-Siberut dengan potensi gempa M8,9
11. Megathrust Sulawesi Utara dengan potensi gempa M8,5
12. Megathrust Filipina dengan potensi gempa M8,2
13. Megathrust Papua dengan potensi gempa M8,7. (Chk)
Tinggalkan Balasan