INDOPOLITIKA – Partai Buruh menyatakan ketidaksetujuannya terhadap kebijakan stimulus ekonomi berupa Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang direncanakan akan disalurkan pada Juni dan Juli 2025 untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
Program ini ditujukan kepada pekerja dengan gaji di bawah Rp3,5 juta per bulan, yang akan menerima bantuan tunai sebesar Rp600.000 untuk dua bulan.
Presiden Partai Buruh yang juga menjabat sebagai Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengakui bahwa BSU bagi pekerja, guru, dan tenaga honorer dengan penghasilan di bawah Rp3,5 juta memang merupakan inisiatif yang positif. Ia mengapresiasi langkah pemerintah sebagai upaya untuk memperkuat daya beli masyarakat.
Namun demikian, Said Iqbal menilai bahwa kebijakan ini belum menyentuh akar persoalan yang dihadapi oleh kaum pekerja dan tenaga honorer.
Ia menyoroti beberapa hal yang perlu menjadi perhatian pemerintah. Pertama, ia menekankan pentingnya memperluas cakupan penerima BSU.
Menurutnya, saat ini bantuan tersebut hanya diberikan kepada pekerja yang terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Padahal, jutaan pekerja tidak terdaftar bukan karena kesalahan mereka, melainkan akibat pelanggaran atau kelalaian dari pihak pengusaha.
Jika penerima BSU hanya dibatasi pada peserta BPJS, maka program ini berisiko gagal menjangkau kelompok buruh yang paling membutuhkan bantuan.
Kedua, Said Iqbal juga mempertanyakan mekanisme pengawasan dan penyaluran dana BSU. Dengan total anggaran mencapai Rp10 triliun, ia menekankan perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam distribusinya.
Ia mendorong agar bantuan ini dikirim langsung dari rekening Kementerian Keuangan ke rekening para penerima manfaat, tanpa melalui perantara seperti Kementerian Ketenagakerjaan atau BPJS Ketenagakerjaan.
Ia juga menyarankan agar data penerima diperoleh langsung dari BPJS dan Kementerian Pendidikan, dan menegaskan bahwa bantuan sebaiknya tidak disalurkan secara tunai, melainkan melalui transfer bank guna mengurangi risiko penyalahgunaan.
Terakhir, Said Iqbal berharap agar pemerintah tidak hanya berhenti pada kebijakan jangka pendek yang bersifat populis, melainkan juga membangun sistem perlindungan sosial yang lebih adil dan inklusif bagi seluruh pekerja, termasuk guru dan tenaga honorer, di Indonesia. (Rzm)
Tinggalkan Balasan