INDOPOLITIKA – Satgas Kontingen Garuda TNI yang tergabung dalam misi UNIFIL membagikan kisah penuh ketegangan saat bertugas di perbatasan Lebanon, tepatnya di pos pengamatan nomor 14 yang berada di wilayah Naqoura.
Ketika itu, terjadi pertempuran sengit antara kelompok Hizbullah dan militer Israel. Dua prajurit, Pratu Marinir TNI AL Egy Arifianto dan Praka Nofrian Syahputra, menjadi korban serangan keras dari tank Merkava milik Israel dalam konflik yang berlangsung di Lebanon.
Egy menjelaskan bahwa pada tanggal 10 Oktober 2025, ketegangan antara pasukan Israel dan Hizbullah meningkat hingga mencapai level tiga. Sejak pagi hari, menurut keterangannya, dua unit tank Israel telah melintasi batas demarkasi yang dikenal sebagai Garis Biru (Blue Line).
“Setelah dua tank Merkava melintasi batas wilayah Israel dan melewati tembok di Garis Biru, kami segera melaporkannya ke komando atas. Pihak komando kemudian memerintahkan kami untuk terus memantau pergerakan tank Merkava tersebut,” ujar Egy di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, pada Kamis (24/4/2025).
“Sekitar pukul 1 siang, dua tank Merkava kembali keluar dari tembok Blue Line yang sebelumnya telah dihancurkan. Dengan demikian, total ada empat tank Merkava yang siaga di depan garis batas tersebut,” lanjutnya.
Ia menjelaskan bahwa ketegangan antara kedua pihak terus meningkat setiap jam hingga akhirnya terjadi saling serang. Meski situasi memanas, ia tetap menjalankan tugas pemantauan guna memastikan tidak ada pelanggaran yang terjadi di sektor Naqoura.
“Tank Merkava tersebut mulai bergerak mendekati posisi kami, dan sekitar pukul 5 sore, intensitas pertempuran semakin meningkat dan memanas,” ujar Egy.
Ia melanjutkan, “Serangan dilanjutkan dengan tembakan artileri dan serangan udara dari pihak Israel, yang kemudian dibalas oleh Hizbullah dengan tembakan artileri dan senjata ringan lainnya,” jelas prajurit Marinir itu.
Egy mengungkapkan bahwa pos penjagaan tempat dirinya bertugas sempat terkena dampak dari pertempuran antara kedua belah pihak yang memanas pada malam hari. Puncak serangan terjadi menjelang subuh, ketika tank Israel menembakkan proyektil yang mengenai lantai dua menara pengamatan tempat ia berjaga.
“Sekitar pukul 04.00 pagi, kami melihat cahaya laser yang mengarah ke posisi kami. Ternyata itu berasal dari tank Merkava yang sedang membidik,” katanya.
“Kami langsung melaporkan situasi tersebut, dan tak lama kemudian, saat proses pelaporan masih berlangsung, dua tank Merkava menembakkan proyektil ke arah kami. Salah satu tembakan menghantam langsung menara yang kami jaga, tepatnya di lantai dua,” lanjutnya.
Saat insiden terjadi, Pratu Egy tengah bertugas di lantai empat. Ia terpental akibat dampak dari serangan yang menghantam lantai dua. Akibatnya, ia sempat kehilangan kesadaran, namun berhasil pulih dan melakukan evakuasi secara mandiri.
Praka Nofrian Syahputra mengisahkan bahwa proses evakuasi mandiri yang mereka lakukan sempat terhambat akibat kerusakan parah di lantai dua menara pengamatan. Akibat serangan tersebut, mereka terpaksa harus melompat dari lantai tiga untuk menyelamatkan diri.
“Usai ledakan, kami yang berada di lantai empat turun melalui tangga ke lantai tiga. Namun, saat hendak turun ke lantai dua, kami terpaksa berhenti karena tangga dari lantai tiga ke lantai dua sudah hancur akibat ledakan,” ujar Nofrian.
“Setelah itu, Pratu Egy nekat melompat dari lantai tiga ke lantai dua, karena tidak ada jalan lain, lalu langsung melompat lagi ke lantai satu. Sementara saya masih berada di lantai tiga sebelum akhirnya berhasil turun ke lantai dua,” lanjutnya.
Setelah berhasil keluar dari menara pengamatan, keduanya berusaha mencari perlindungan dengan menuju ke bunker terdekat.
Namun sebelum sempat mencapai lokasi bunker, tim evakuasi yang bersiaga langsung datang dan mengevakuasi mereka.
“Sebelum kami tiba di bunker terdekat, tim evakuasi sudah lebih dulu datang menjemput dengan kendaraan lapis baja, lalu kami langsung dibawa ke rumah sakit untuk mendapat perawatan,” tutupnya. (Rzm)
Tinggalkan Balasan