INDOPOLITIKA.COM – Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih menilai kisruh terkait revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM) di Jakarta mestinya tak sampai melibatkan DPR. Dia beralasan, dengan komunikasi politik yang baik, Gubernur dan DPRD DKI Jakarta serta stakeholder terkait bisa menyelesaikannya sendiri.

“Konstitusi sekalipun sudah mengatur agar pemerintah daerah diberikan otonomi yang seluas-luasnya dalam mengerjakan urusannya,” kata Fikri di Jakarta, Jumat (28/2/2020).

Politisi PKS ini lantas mengutip Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan bahwa Pemerintahan Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan menurut Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan dan diberikan otonomi yang seluas-luasnya.

Fikri menambahkan, urusan pengawasan di DPR tentunya terkait kebijakan pemerintah pusat, atau apabila melibatkan lebih dari satu otorita pemerintahan daerah yang lintas kewenangannya melampaui daerah itu sendiri. “Sedangkan masalah TIM itu aset Pemprov DKI, biarkan gubernur dan DPRD selesaikan, karena keduanya bagian dari pemerintahan daerah,” jelasnya.

Fikri kembali mengingatkan soal tahapan proses perencanaan pembangunan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah harus berdasarkan amanat Undang Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional. “Ada lima pendekatan dalam hal perencanaan pembangunan oleh para pengampu,” ucapnya.

Pendekatan tersebut meliputi politik, teknokratik, partisipatif, top-down, dan bottom-up. Fikri menjelaskan, dalam hal pendekatan politik rencana pembangunan adalah penjabaran dari janji-janji yang ditawarkan Kepala Daerah pada saat kampanye ke dalam rencana pembangunan daerah.

Perencanaan dengan pendekatan teknokratik dilaksanakan dengan menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang secara fungsional bertugas untuk itu. Perencanaan dengan pendekatan partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan (pengampu) terhadap pembangunan.

Pelibatan mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki. Sedangkan pendekatan atas-bawah dan bawah-atas dalam perencanaan dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan.

Rencana hasil proses atas-bawah dan bawah-atas diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik di tingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, dan Desa.

“Kelima pendekatan tersebut jangan sampai dilewati, karena merunut teori kebijakan, selain technically capable, juga mesti political acceptable, dan saya kira intinya yang kedua, bagaimana secara politik diterima,” terangnya.

Karenanya, dia mendorong agar komunikasi di antara eksekutif dan legislatif di Jakarta lebih ditingkatkan untuk masalah revitalisasi TIM. FIkri juga meminta tidak ada satu pun pihak yang merasa dirugikan terutama seniman. “Sebisa mungkin seniman dari mahzab dan genre manapun dilibatkan dalam prosesnya,” tutupnya.[asa]

 

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com