INDOPOLITIKA – Aksi deklarasi penolakan terhadap Proyek Strategis Nasional (PSN) PIK-2 di Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang pada Rabu (8/1/25) berakhir ricuh.

Dua kelompok massa terlibat adu mulut dan saling dorong setelah warga pribumi menghadang aksi tersebut.

Ketegangan bermula ketika sekelompok massa menggelar deklarasi menolak pembangunan PSN PIK-2. Warga lokal yang menentang aksi tersebut menilai deklarasi berpotensi memecah belah persatuan di tengah masyarakat. Mereka menganggap aksi yang dilakukan bukan berasal dari warga setempat.

Situasi memanas ketika kedua kelompok saling bersikukuh mempertahankan pendapat mereka. Massa aksi terus menyuarakan penolakan, sementara warga pribumi berusaha mengusir mereka dari lokasi.

Sejumlah personel kepolisian yang hadir di lokasi tampak berupaya melerai dan mencegah bentrokan fisik lebih lanjut.

Sebagai bentuk protes terhadap aksi tersebut, warga Desa Kohod, Pakuhaji, memasang spanduk bergambar Said Didu di pintu masuk desa. Mereka menegaskan penolakan terhadap kegiatan deklarasi yang dinilai dapat memperkeruh keadaan.

Saepudin, warga Desa Keramat yang turut menghadang aksi tersebut, mengungkapkan bahwa penolakan terhadap PSN PIK-2 dianggap tidak relevan karena masyarakat Pakuhaji tidak terdampak secara langsung oleh proyek tersebut.

“Kami di sini baik-baik saja. Tidak ada yang merasa dirugikan. Kenapa orang luar daerah yang justru datang berdemonstrasi di sini? Kalau ingin menyampaikan aspirasi, seharusnya ke DPR, bukan mengadu domba kami,” ujar Saepudin.

Ia juga menambahkan bahwa pihaknya hanya ingin menjaga kondusivitas wilayah, bukan membela pihak pengembang.

“Kami ingin daerah ini aman dan tidak ada konflik. Kami tidak membela Agung Sedayu, hanya mengutamakan keamanan dan ketertiban,” jelasnya.

Lebih lanjut, Saepudin mengungkapkan bahwa dirinya sempat meminta bukti kepemilikan tanah dari peserta aksi yang membawa spanduk bertuliskan “Jangan Rampas Tanah Kami.”

Namun, massa aksi yang berasal dari Jakarta tidak mampu menunjukkan bukti kepemilikan lahan di Pakuhaji.

Di sisi lain, Koordinator Aksi, Menu Ulandari menyatakan bahwa alasan penolakan PSN PIK-2 adalah karena proyek tersebut dianggap merugikan masyarakat setempat. Ia mengklaim bahwa mayoritas warga menentang pembangunan tersebut.

“Sebanyak 70 hingga 80 persen warga menolak PSN PIK-2 karena merusak lingkungan dan mengganggu kehidupan masyarakat sehari-hari. Laut diuruk, kali diuruk, dan tembok tinggi dibangun seakan memisahkan rakyat biasa dengan golongan elite,” ungkap Menu.

Situasi yang memanas diharapkan segera mendapat perhatian serius dari pihak berwenang untuk mencegah konflik lebih lanjut di wilayah tersebut. (Nul)

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com