Petahana Ibrahim Boubacar Keita (kiri) dan Soumaila Cisse. (Foto: AFP/File / Sia KAMBOU, Issouf SANOGO)

Bamako: Pemilihan umum presiden putaran kedua Mali digelar pada Minggu 12 Agustus 2018, yang mempertemukan petahana Ibrahim Boubacar Keita melawan mantan menteri keuangan Soumaila Cisse.

Putaran kedua ini adalah pertandingan ulang antara Keita dengan Cisse yang pernah bertarung dalam pilpres 2013.

Setelah gelombang kekerasan dan tuduhan kecurangan mewarnai pilpres putaran pertama, Keita unggul dengan 41,7 persen suara, sementara Cisse 17,78 persen.

Meskipun tertinggal jauh, Cisse bersikeras bisa "membalikkan keadaan" di putaran kedua.

"Saya tidak khawatir berada di belakang, karena saya tahu perbedaan saat ini terjadi karena kecurangan," kata Cisse kepada radio Prancis, RFI, seperti dikutip dari AFP, Sabtu 11 Agustus 2018.

Komunitas internasional berharap siapapun pemenang pilpres kali ini bersedia mengaktifkan kembali kesepakatan tahun 2015 yang menjadi dasar dalam mencapai perdamaian di Mali.

Terlepas dari kesepakatan itu, status darurat keamanan di Mali masih tetap diberlakukan dan memasuki tahun keempatnya pada November mendatang.

Gelombang kekerasan telah menyebar dari Mali bagian utara ke pusat dan selatan. Kekerasan juga menyebar ke negara tetangga seperti Burkina Faso dan Niger.

Prancis masih menyiagakan 4.500 pasukan yang dikerahkan bersama 15.000 pasukan penjaga perdamaian PBB dan pasukan regional G5 Sahel di Mali. Pasukan gabungan ini bertugas membasmi para militan dan memulihkan keamanan Mali.

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com