INDOPOLITIKA – Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Semarang pada Rabu (11/6/2025), terungkap sejumlah fakta terkait dugaan penyimpangan pengelolaan Biaya Operasional Pendidikan (BOP) untuk Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) angkatan 69 di Rumah Sakit Dr. Kariadi (RSDK) Semarang.
Salah satu saksi, dr. ZM, mengungkap bahwa RSDK tidak memenuhi standar fasilitas pendidikan yang semestinya, termasuk ketiadaan alat intubasi sulit yang seharusnya dibeli menggunakan dana iuran dari para residen.
Namun, menurut dr. ZM, meskipun iuran tersebut telah dibayarkan, alat tersebut tidak pernah dibelikan ataupun diganti, sehingga merugikan para peserta didik.
Dalam persidangan juga dijelaskan bahwa seluruh 11 peserta PPDS angkatan 69 telah menyelesaikan pendidikan. Namun, masa perpanjangan studi (prolong) dinilai berlangsung dalam kondisi yang kurang ideal.
Salah satunya adalah penyediaan makanan yang bersifat seragam tanpa mempertimbangkan kebutuhan individual, serta kas angkatan yang hanya berkisar Rp10 juta per bulan—tidak pernah mencapai Rp20 juta.
Saksi lain menyebut bahwa saat itu Ketua Program PPDS adalah dr. Sofyan, bukan dr. Taufik. Dana BOP senilai Rp60 juta tidak disalurkan langsung kepada residen, melainkan dialokasikan untuk berbagai kebutuhan akademik, seperti pelaksanaan ujian Computer-Based Test (CBT), Objective Structured Clinical Examination (OSCE), hingga biaya presentasi poster. Para residen diwajibkan mengikuti tujuh hingga delapan ujian nasional, dengan total biaya sekitar Rp7,5 juta.
Selain itu, fakta lain yang turut mencuat adalah bahwa salah satu peserta, almarhumah dr. Aulia Risma Lestari (ARL), diketahui belum pernah membayar BOP selama masa pendidikannya.(Hny)
Tinggalkan Balasan