INDOPOLITIKA.COM – Aparat kepolisian hingga Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) diharapkan bisa menyeret kartel minyak goreng ke ranah hukum. Sebab, masyarakat banyak yang mengeluh terkait kelangkaan minyak goreng di tokoh-toko ritel kecil di sejumlah daerah.

“Padahal Presiden Joko Widodo sudah memberi instruksi jajarannya untuk memastikan minyak goreng tersedia dengan HET yang sudah ditetapkan, yaitu Rp14 ribu per liter,” tegas Ketua DPD RI, LaNyalla Mattalitti dalam keterangannya di Jakarta, Senin (31/1/2022).

Hal itu, kata LaNyalla, karena adanya kegagalan dalam memahami psikologi konsumen dan supply chain-nya. Serta belum ada kebijakan minyak goreng dari hulu dan hilir yang terkontrol dengan baik.

“Bahkan KPPU bilang hanya ada empat perusahaan yang menguasai perdagangan minyak goreng di Indonesia,” katanya.

Atas dasar itu, LaNyalla meminta pemerintah melalui aparat kepolisian dan pihak terkait untuk mengusut tuntas dugaan adanya kartel minya goreng.

“Pemerintah, melalui Polri dan KPPU mesti mengusut dugaan kartel dan kemungkinan adanya penimbunan,” tegasnya.

LaNyalla juga menyoroti perilaku para pemilik lahan konsesi sawit dan perusahaan turunannya yang seharusnya mengutamakan domestic market obligation, ketimbang pasar ekspor.

“Mereka ini sudah berpuluh tahun mendapat konsesi lahan, bahkan memiliki industri turunannya, dari hulu sampai hilir mereka kuasai bertahun-tahun. Bahkan salah satu paket bansos dari pemerintah juga berupa minyak goreng. Yang artinya masuk ke mereka juga uang bansos itu. Tapi krisis minyak goreng langka dan mahal masih terjadi,” cetusnya.

KPPU memutuskan membawa masalah harga minyak goreng ke ranah hukum, termasuk terkait indikasi kartel dalam kenaikan harga komoditas tersebut (kartel minyak goreng).

“Komisi sejak Rabu (26/1/2022) kemarin, memutuskan untuk melanjutkan hasil penelitian kami ke ranah penegakan hukum,” Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur dalam keterangannya, Minggu (30/1/2022).

“Khususnya dalam mengidentifikasi berbagai perilaku yang kemungkinan melanggar (atau dugaan pasal yang kemungkinan dilanggar), dan berbagai calon terlapor dalam permasalahan tersebut,” sambungnya.

Deswin menjelaskan dalam proses penegakan hukum, fokus awal akan diberikan pada pendalaman berbagai bentuk perilaku yang berpotensi melanggar pasal-pasal tertentu di UU. [Red]

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com