INDOPOLITIKA – Raksasa ritel fashion asal Amerika Serikat, Forever 21, mengajukan permohonan kebangkrutan pada Minggu lalu. Keputusan ini diambil setelah perusahaan menghadapi penurunan penjualan akibat berkurangnya pengunjung di pusat perbelanjaan dan meningkatnya persaingan dari pengecer daring.
Mengutip laporan Reuters pada Senin (17/3/2025), Forever 21 menyatakan akan mengurangi jumlah toko fisiknya dan sekaligus mulai menjual serta memasarkan sebagian atau seluruh asetnya. Langkah ini sejalan dengan keputusan perusahaan beberapa minggu lalu untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 700 karyawannya.
Perusahaan ini berharap, jika proses penjualan aset berhasil, mereka bisa mengalihkan fokus dari penutupan penuh operasi dan melanjutkan transaksi untuk mempertahankan kelangsungan usaha.
Meskipun menghadapi kesulitan, Forever 21 memastikan bahwa toko dan situs web di AS tetap akan beroperasi dan melayani pelanggan, sementara toko-toko internasional tidak akan terpengaruh oleh kebangkrutan ini.
Dalam pengajuan ke pengadilan kebangkrutan di Distrik Delaware, Forever 21 mencatatkan estimasi aset yang berkisar antara US$ 100 juta (Rp 1,63 triliun) hingga US$ 500 juta (Rp 8,1 triliun), dengan kewajiban yang diperkirakan mencapai antara US$ 1 miliar (Rp 16,3 triliun) hingga US$ 10 miliar (Rp 163 triliun). Pengajuan ini juga mencatatkan jumlah kreditor yang berkisar antara 10.001 hingga 25.000.
Didirikan di Los Angeles pada tahun 1984 oleh imigran Korea Selatan, Forever 21 pernah meraih popularitas tinggi di kalangan pembeli muda yang menginginkan pakaian bergaya dengan harga terjangkau.
Pada 2016, perusahaan ini mengoperasikan sekitar 800 toko di seluruh dunia, dengan 500 di antaranya berada di AS.
Saat ini, Forever 21 dimiliki oleh Catalyst Brands, yang terbentuk pada 8 Januari melalui penggabungan Sparc Group pemilik sebelumnya bersama sejumlah perusahaan besar seperti JC Penney, Simon Property Group, dan Authentic Brands Group (ABG).
Setelah pembentukan Catalyst Brands, perusahaan tersebut mengungkapkan bahwa mereka tengah “menjajaki opsi strategis” untuk Forever 21. ABG, sebagai pemegang merek dagang dan kekayaan intelektual Forever 21, berencana untuk mempertahankan merek ini dalam bentuk tertentu.
CEO ABG, Jamie Salter, pada tahun lalu menyebut akuisisi Forever 21 sebagai “kesalahan terbesar” yang pernah dilakukannya.(Chk)
Tinggalkan Balasan