INDOPOLITIKA – Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) merasa heran dengan sulitnya mengungkap kasus-kasus korupsi yang terjadi pada era Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).

Salah satunya adalah kasus dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) yang diduga disalurkan ke Komisi XI DPR, yang baru terungkap setelah Prabowo Subianto menjadi Presiden Republik Indonesia. 

Peneliti Formappi, Lucius Karus, mempertanyakan mengapa korupsi pada masa Jokowi, seperti kasus dana CSR BI, baru bisa dibongkar setelah pergantian kepemimpinan.

“Kenapa korupsi era Jokowi seperti dana CSR BI ini baru bisa dibongkar di era Prabowo?” tanya Lucius dalam wawancaranya dengan media, Senin (27/1/2025).    

Menurutnya, kasus tersebut mencerminkan bahwa korupsi di Indonesia telah menjadi masalah yang sistemik, melibatkan lebih dari sekadar individu, tetapi juga lembaga-lembaga yang seharusnya bertugas mengawasi dan memberantasnya.

“Karena sistemik atau melembaga, korupsi era Jokowi pasti susah terbongkar pada waktu itu. Bagaimana bisa terbongkar jika korupsinya menyebar juga ke lembaga yang seharusnya bertugas untuk membongkar adanya penyelewengan,” tambahnya.   

Lucius menyebut bahwa korupsi yang “melembaga” menjadi salah satu alasan sulitnya membongkar kasus-kasus seperti dana CSR BI, yang baru terungkap setelah perubahan kepemimpinan.

Ia menilai sistem yang saling melindungi antar lembaga menjadikan korupsi sebagai rahasia bersama yang menghalangi upaya pengungkapan oleh instansi yang seharusnya melakukan pengawasan.

“Karena sistemik atau melembaga, korupsi era Jokowi pasti susah terbongkar pada waktu itu,” ujarnya. 

Lucius juga mengkritik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang menurutnya harus bekerja secara serius dan independen.

“Kalau KPK bekerja serius, dia harus mampu menjadi lembaga yang independen, tidak tunduk pada selera atau kepentingan penguasa,” tegasnya.

Ia percaya bahwa jika KPK dapat berfungsi dengan independen dan tidak terpengaruh oleh kepentingan penguasa, lembaga ini bisa membongkar praktik korupsi yang sistemik.

Ia menambahkan bahwa KPK baru mulai bisa mengungkap kasus besar, seperti dana CSR BI, setelah adanya perubahan pimpinan di dalam tubuh KPK, yang tidak terikat dengan kasus tersebut.   

Lucius berharap KPK periode 2024-2029 tidak terjebak dalam sistem yang melindungi koruptor, sehingga lembaga tersebut tidak menjadi bagian dari praktik korupsi itu sendiri.    

“Tetapi kalau benar dugaan bahwa pimpinan KPK yang sekarang juga punya rekam jejak masalah, ya mungkin saja kasus CSR BI hanya dijadikan semacam pencitraan KPK baru ini,” ujar Lucius.

Ia juga mengingatkan bahwa jika praktik saling melindungi antar lembaga terus berlangsung, maka korupsi yang terjadi pada era Jokowi mungkin akan terulang di masa pemerintahan sekarang, bahkan bisa terus berlangsung hingga rezim berikutnya.  

“Kalau praktik saking melindungi antar lembaga masih terus terjadi, maka praktik korupsi era Jokowi akan terulang di era sekarang,” pungkasnya.(Hny)

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com