INDOPOLITIKA – Aksi protes menolak RUU Tentara Nasional Indonesia (TNI) semakin meluas di berbagai kota Indonesia. Demonstrasi dilakukan oleh mahasiswa dan kelompok masyarakat sipil, dari Jakarta hingga wilayah lainnya, memprotes pengesahan RUU yang dianggap menghidupkan kembali dwifungsi militer, dengan memperluas penempatan prajurit di sektor sipil.

Pada pagi hari yang sama, DPR RI mengesahkan RUU TNI dalam rapat paripurna. Meski ada protes yang meluas, termasuk unjuk rasa yang berlangsung berhari-hari, pengesahan tetap dilaksanakan. Salah satu kekhawatiran utama dari para demonstran adalah kemungkinan intervensi militer dalam ranah sipil melalui perluasan tugas TNI.

Undang-undang terbaru ini juga dianggap sangat menguntungkan pihak TNI tanpa mempertimbangkan nasib masyarakat sipil. Hal ini semakin mengkhawatirkan, mengingat kondisi di Indonesia saat ini, baik di lapangan kerja, kesejahteraan karyawan, maupun tunjangan yang masih sangat minim dan belum memadai.

Di Medan, Sumatera Utara, Aliansi Masyarakat Sipil Sumut menggelar aksi di Pos Bloc Medan. Mereka menilai pengesahan RUU TNI adalah langkah tergesa-gesa yang tidak mewakili kepentingan masyarakat sipil. Mereka menuntut agar RUU tersebut dibatalkan karena berpotensi membuka ruang bagi intervensi militer dalam urusan sipil.

Di Bandung, Jawa Barat, mahasiswa dari Front Mahasiswa Nasional menggelar demonstrasi di depan Gedung DPRD Jawa Barat. Mereka menilai pengesahan RUU TNI ini sebagai bentuk militerisme yang bisa menindas masyarakat sipil. Beberapa peserta aksi membawa spanduk bertuliskan “Tolak RUU TNI” dan “Kembalikan TNI ke Barak”.

Sementara itu, di Semarang, Jawa Tengah, Aliansi BEM Semarang Raya juga menggelar aksi serupa dengan membawa spanduk berisi penolakan terhadap pengesahan RUU TNI. Aksi ini sempat diwarnai ketegangan, di mana beberapa demonstran diamankan polisi setelah berusaha memasuki Gedung DPRD Jateng.

Di Solo, Jawa Tengah, mahasiswa juga melakukan aksi menolak pengesahan RUU TNI di depan Gedung DPRD Solo. Mereka membawa spanduk dengan tulisan “Tolak UU TNI” dan “Supremasi Sipil”. Mereka merasa kecewa dengan keputusan DPR yang mengesahkan RUU TNI yang dinilai tidak memihak kepentingan rakyat.

Tak kalah heboh, di Yogyakarta, Aliansi Jogja Memanggil melanjutkan aksinya dengan membuang sampah dan membakar sampah di teras Kantor DPRD DIY. Mereka menilai keputusan DPR yang mengesahkan RUU TNI tersebut sebagai kebijakan yang merugikan masyarakat sipil.

Massa aksi di berbagai daerah juga menyoroti beberapa pasal kontroversial dalam RUU TNI, seperti Pasal 47 yang memungkinkan penempatan prajurit aktif di 14 instansi sipil dan Pasal 53 yang memperpanjang usia pensiun prajurit TNI, yang dianggap menghambat regenerasi di tubuh TNI.

Sementara itu, di Surabaya, meskipun RUU TNI telah disahkan, elemen masyarakat sipil dan Kamisan Surabaya tetap melanjutkan aksinya di depan Gedung Grahadi. Mereka menuntut penghapusan revisi UU TNI yang dianggap merugikan rakyat dan berpotensi menumbuhkan kembali dwifungsi militer.

Di Manado, Sulawesi Utara, aksi penolakan terhadap RUU TNI di depan Kantor DPRD Sulut berujung ricuh. Ketika massa aksi tak kunjung ditemui perwakilan dewan, mereka berusaha masuk ke kantor, yang memicu bentrokan dengan polisi. Akibatnya, tiga mahasiswa diamankan oleh pihak kepolisian.

Meskipun aksi tolak RUU TNI semakin meluas, protes dari berbagai elemen masyarakat ini belum membuahkan perubahan pada keputusan DPR. Pemerintah dan DPR tetap pada keputusan mereka, meskipun protes ini menggambarkan ketegangan politik terkait potensi pengaruh militer terhadap sektor sipil.(Chk)

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com