INDOPOLITIKA – Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Muhammad Sarmuji, menyatakan dukungannya terhadap keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, untuk menghentikan sementara kegiatan penambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Sarmuji menyebutkan bahwa kebijakan tersebut diambil karena aktivitas tambang di wilayah itu terbukti berdampak buruk terhadap lingkungan.
“Raja Ampat berada di jalur khatulistiwa dan dikenal sebagai wilayah dengan keanekaragaman hayati laut paling kaya di dunia. Kawasan kepala burung ini juga merupakan area konservasi yang dilindungi,” ujarnya dalam pernyataan resmi di Jakarta pada Sabtu.
Menurut Sarmuji, kebijakan Menteri ESDM sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Ia menegaskan bahwa undang-undang tersebut melarang kegiatan pertambangan di wilayah pesisir dan pulau kecil apabila menyebabkan kerusakan lingkungan, sosial, budaya, atau menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
Sarmuji juga menjelaskan bahwa wilayah laut Raja Ampat mencakup 4,6 juta hektare, terdiri dari 1.411 pulau kecil, atol, dan beting yang mengelilingi empat pulau utama: Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misool.
Sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR RI, ia menambahkan bahwa pelestarian laut dan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan di kawasan ini merupakan prioritas penting bagi pemerintah.
“Wilayah ini menyimpan kekayaan alam yang sangat unik dan tidak ada duanya. Karena itu, pemerintah bersama masyarakat dan organisasi terkait berkomitmen untuk menjaga lingkungan dari eksploitasi ekonomi jangka pendek,” katanya.
Sebelumnya, dalam konferensi pers pada Kamis (5 Juni 2025) di Jakarta, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa terdapat lima izin usaha pertambangan (IUP) di Raja Ampat, namun hanya satu yang telah beroperasi, yaitu PT GAG Nikel—anak perusahaan dari PT Antam Tbk.
Empat IUP lainnya masih berada pada tahap eksplorasi. PT GAG Nikel sendiri memperoleh izin produksi pada 2017 dan memulai operasinya setahun kemudian, setelah terlebih dahulu memiliki dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
Aktivitas penambangan nikel di Raja Ampat sebelumnya telah diungkap oleh Greenpeace Indonesia pada Selasa (3 Juni 2025), dalam sebuah aksi protes yang bertepatan dengan acara Indonesia Critical Minerals Conference & Expo di Jakarta.
Greenpeace memperingatkan bahwa kegiatan pertambangan tersebut mengancam kawasan konservasi laut Raja Ampat.
Menanggapi polemik tersebut, Bahlil memutuskan untuk menghentikan sementara operasional tambang nikel di kawasan tersebut. (Rzm)
Tinggalkan Balasan