Indopolitika.com – KH Salahudin Wahid alias Gus Solah tak setuju jika Mahfud Md. menjadi pendamping calon presiden dari Partai Gerakan Indonesia Raya, Prabowo Subianto, dalam pemilihan presiden 2014. Sikap Gus Solah ini berbeda dengan sikap mayoritas kiai Nahdlatul Ulama yang ingin duet Prabowo-Mahfud sebagai calon presiden dan wakil presiden.
“Sebagai aktivis HAM (hak asasi manusia), harus berpikir ulang mendukung Prabowo,” katanya, Kamis, 1 Mei 2014.
Sebab, menurut mantan Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia itu, Prabowo punya rekam jejak buruk di bidang penegakan HAM saat menjabat Panglima Komando Strategis Angkatan Darat.
“Prabowo pernah diberi sanksi oleh Dewan Kehormatan Perwira,” katanya.
Prabowo dipecat sebagai Pangkostrad karena diduga terlibat dalam kasus penculikan sejumlah aktivis saat gerakan reformasi 1998. Menurut dia, secara pribadi ia sulit menjatuhkan pilihan pada Prabowo.
“Kecuali ada klarifikasi dari Prabowo atau diadili dulu biar jelas,” ujar adik mantan presiden Abdurrahman Wahid itu.
Gus Solah cenderung menginginkan Mahfud diusung melalui koalisi baru atau koalisi alternatif dari kemungkinan tiga koalisi yang akan terbentuk. Gus Solah tidak sepakat jika koalisi alternatif itu hanya berisi partai-partai Islam atau berbasis massa Islam.
“Pokoknya berisi partai macam-macam,” ujarnya.
Meski sulit diwujudkan, menurut dia, koalisi alternatif itu masih mungkin terjadi.
“Sebab, perolehan suara partai-partai cukup merata,” ujarnya.
Bahkan, ia menambahkan, partai-partai yang sudah memunculkan calon presiden saat ini pun bisa batal maju karena aksi borong suara oleh partai yang menggalang koalisi besar. Dari 12 partai, berdasarkan hitung cepat, tidak ada partai yang mencapai suara 20 persen atau memenuhi presidential threshold, sehingga harus membentuk koalisi.
(tmp/ind/pol)