Menko Perekonomian Darmin Nasutin dan Menteri ATR/Kepala BPN dalam Komite Pengarah BPDP-KS di Jakarta, Senin (26/11) lalu. (Foto: Humas Kemenko Perekonomian)

Menko Perekonomian Darmin Nasutin dan Menteri ATR/Kepala BPN dalam Komite Pengarah BPDP-KS di Jakarta, Senin (26/11) lalu. (Foto: Humas Kemenko Perekonomian)

Pemerintah memutuskan untuk mengenakan pungutan Rp0 atau membebaskan pungutan ekspor CPO dan turunannya, jika harga di pasaran tidak melebihi 500 dollar AS/ton. Keputusan ini ditetapkan dalam Rapat Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) di Jakarta, Senin (26/11) lalu.

Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, penyesuaian itu merupakan respon pemerintah menanggapi harga CPO di pasar dunia yang terus menurun, dan hingga menyentuh angka 410 dollar AS/ton pada pekan-pekan ini. Padahal 8-9 hari lalu, harga CPO masih bertahan di kisaran 530 dollar AS/ton.

“Kondisi saat ini memang membutuhkan emergency measure untuk ikut membantu harga di level petani. Penyesuaian dari pungutan ekspor yang diputuskan dalam rapat ini akan diterapkan untuk sementara waktu,” kata Darmin usai rapat BPDP-KS.

Saat ini ekspor CPO dikenakan pungutan 50 dollar AS/ton, sementara turunan 1 sebesa 30 dollar AS/ton, dan turunan 2 sebesar 20 dollar AS/ton. Dengan penyesuaian ini, pemerintah mengenakan pungutan Rp0 untuk ketiga jenis komoditi ekspor tersebut.

Apabila harga sudah mulai membaik ke level 550 dollar AS/ton, Menko Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, pungutan akan dikembalikan ke mekanisme pungutan awal.

Senada dengan Menko Perekonomian, Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil menambahkan, kebijakan ini diambil karena kondisi darurat. Pemerintah harus mengintervensi agar supply tidak berlebihan, sekaligus agar harga juga bisa berpihak dan menjamin kepentingan petani maupun industri.

“BPDP-KS adalah instrumen kebijakan publik yang dewan pengarahnya adalah beberapa menteri. Jika tidak ada instrumen ini akan sangat sulit kita merespons kondisi saat ini,” ungkap Sofyan.

Adapun mekanisme pungutan ekspor yang diputuskan oleh Komite Pengarah BPDP-KS adalah sebagai berikut:

Pungutan CPO

 

Tidak Perlu Khawatir

Menko Perekonomian meminta publik tidak perlu khawatir bahwa dengan adanya kebijakan ini. Ia menegaskan, BPDP-KS tetap memiliki dana yang cukup untuk melaksanakan program kelapa sawit lainnya. “Program Biodisesel-20 (B-20), Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), dan sebagainya tetap akan berjalan normal. Dana BPDP-KS lebih dari cukup,” tegasnya.

Sementara mengenai implementasi pemberlakuan kebijakan ini akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan. “Saya sudah sepakat dengan Menteri Keuangan. Dia akan menandatangani kebijakan ini sepulang dari Argentina. Tentu saja kebijakan ini akan mulai berlaku sejak PMK-nya keluar,” ujarnya.

Rapat juga menyepakati perlunya penguatan pengumpulan data dari semua perkebunan, baik perkebunan rakyat maupun perkebunan besar kelapa sawit. Pendataan ini, kata Darmin, sebagai bentuk tata kelola perkebunan Indonesia. Pendataan ini pun akan dilakukan bersamaan dengan Program Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan (PPTKH) dan Program Moratorium Kelapa Sawit.

Tampak hadir pula dalam rapat komite pengarah BPDP-KS tersebut antara lain Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi, Direktur Jenderal Pembendaharaan Kementerian Keuangan Marwanto Harjowiryono, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana, dan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan, Direktur Utama BPDP-KS Dono Boestami. (Humas Kemenko Perekonomian/ES)

 

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com