INDOPOLITIKAHarga telur yang melonjak tajam di Amerika Serikat akibat wabah flu burung mendorong masyarakat untuk mulai beternak ayam di rumah.

Kelangkaan ini disebabkan oleh wabah flu burung yang masih berlangsung. Departemen Pertanian Amerika Serikat melaporkan bahwa pada Januari lalu, sebanyak 23 juta ekor unggas telah dimusnahkan, menyusul lebih dari 18 juta ekor pada Desember 2024.

Sebagian besar unggas yang dimusnahkan adalah ayam petelur, yang menyebabkan pasokan telur semakin terbatas di AS.

Akibatnya, harga selusin telur di negara tersebut kini bisa mencapai USD 10 atau sekitar Rp163 ribu, bahkan lebih.

Di wilayah Washington, D.C. dan sekitarnya, stok telur di supermarket sering kali kosong dan cepat habis karena persediaan yang terbatas.

Pemilik Encinal Market, Joe Trimble, mengungkapkan bahwa tokonya terpaksa membatasi jumlah pembelian telur demi mencegah kelangkaan yang lebih parah.

“Kami menerima pasokan yang lebih sedikit dari pesanan kami. Untuk mengatasinya, kami sesekali membatasi jumlah pembelian pelanggan dan mencari pemasok alternatif agar bisa mendapatkan lebih banyak stok,” kata Joe, dikutip dari VOA, Minggu (16/2/2025).

Para ahli memperkirakan bahwa harga telur tidak akan segera turun dalam waktu dekat. Kondisi ini mendorong meningkatnya permintaan terhadap ayam hidup, yang akhirnya menyebabkan lonjakan harga ternak ayam.

John Berry, Manajer Peternakan di Houston, Texas, menyatakan bahwa penjualan ayam di peternakannya meningkat drastis di tengah kelangkaan telur.

“Dalam beberapa minggu terakhir, permintaan ayam melonjak tajam. Penjualan kami meningkat dua hingga tiga kali lipat,” ungkap Berry.

Salah satu warga Houston, Arturo Becerra, memilih untuk beternak ayam sendiri sebagai solusi menghadapi mahalnya harga telur.

“Harga telur sangat tinggi sekarang, jauh lebih mahal. Saya berpikir mungkin lebih hemat jika membeli ayam dan memeliharanya sendiri. Kita lihat nanti bagaimana hasilnya,” katanya.

Di AS, wabah flu burung tidak hanya menyerang unggas, tetapi juga ditemukan pada sapi perah. Sejak awal tahun lalu, 67 kasus flu burung telah terdeteksi pada manusia akibat kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi, meskipun hampir semua kasus tersebut tergolong ringan.

Selain dampak wabah, kenaikan harga telur juga dipengaruhi oleh meningkatnya biaya pakan, bahan bakar, serta berkurangnya tenaga kerja akibat inflasi di Amerika Serikat. (Rzm)

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com