Indopolitika.com – Wakil Ketua Komisi IX DPR, Irgan Chairul Mahfiz mengatakan seharusnya Kemenkes “jemput bola” bila masih ada RS yang sudah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan namun masih mengutip bayaran terhadap peserta JKN, bukan menunggu laporan masyarakat.

Sebab, lanjut Irgan, apabila hal itu tidak dilakukan, maka kontra produktif terhadap sikap pemerintah yang ingin memberi pelayanan terbaik kepada masyarakat.

“Apalagi sistem jaminan sosial ini relatif baru dilaksanakan yang seharusnya pemerintah dalam hal ini Kemenkes cepat tanggap, bukan nunggu laporan dulu baru bereaksi,” kata Irgan Chairul Mahfiz kepada Harian Terbit, kemarin.

Menurut Irgan, langkah yang harus dilakukan Kemenkes untuk memastikan bahwa tidak ada RS yang main-main dalam melayani pasien peserta JKN, adalah menurunkan tim supervisi pelaksanaan sistem JKN ke RS di seluruh Indonesia. “Sambil mengevaluasi hal-hal yang diperlukan untuk perbaikan program JKN tersebut agar sesuai dengan UU BPJS,” ujar Irgan.

Terkait pemberian sanksi, Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menuturkan diserahkan kepada Kemenkes, DPR hanya meminta agar RS yang melakukan pelanggaran dikenakan sanksi oleh Kemenkes.  Bentuk dan jenis sanksinya, tambah Irgan, silakan Kemenkes memberikan sanksi berdasarkan pelaggaran yang mereka lakukan. “DPR tidak memberi rekomendasi jenis sanksi. Jenis sanksi diserahkan saja kepada Kemenkes, apa yang pantas mereka lakukan kepada pihak RS yang membandel untuk tetap menagih biaya pelayanan kesehatan kepada peserta JKN,” pungkas Irgan.

Sebelumnya, salah satu pasien peserta JKN di RS Fatmawati, Jaksel, Supalil saat ditemui Harian Terbit di RS tersebut belum lama ini menuturkan rasa kekecewaannya terhadap pelayanan yang diberikan pihak RS “nakal” yang masih memungut biaya kepada dirinya yang merupakan pasien peserta JKN.

“Saya kecewa pas mau masuk ke RS Marinir Cilandak yang sudah kerjasama dengan BPJS Kesehatan, tapi kenapa saya bayar semua? Dari obat, ronsen, kamar tidak ada, saya suruh bayar sekitar Rp200 ribu, itu setengah hari. Padahal di loketnya ada tulisan kerjasama dengan BPJS Kesehatan,” keluh Supalil sambil menggendong cucunya.

Pria bertubuh kurus ini melanjutkan, ketika ia ingin nebus obat dari resep yang di kasih dokter di apotek RS Marinir serta mencari kamar untuk rawat ini, pihak RS tidak memberikannya dengan alasan kamar di RS itu  sudah penuh. Kemudian, Supalil dirujuk ke RS Fatmawati tanpa tidak diantar pula oleh pihak RS Marinir. “Kalau di RS Fatmawati kendalanya tidak ada. Kecuali kalau obat jenisnya ga ada, kita beli diluar ditanggung sendiri biayanya,” kata Supalil. (HT/ind)

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com