INDOPOLITIKA – Satuan Tugas Kelapa Sawit dari International Union for Conservation of Nature (IUCN) mendorong negara-negara penghasil minyak sawit untuk mengelola perkebunan mereka secara lebih bertanggung jawab.

Hal ini dikarenakan minyak sawit kerap dianggap lebih merugikan dibandingkan minyak kelapa dan minyak zaitun yang dinilai lebih ramah lingkungan.

Kepala Satuan Tugas Kelapa Sawit IUCN, Erik Meijaard, menyatakan bahwa saat ini banyak diskusi yang membahas upaya peningkatan produksi sawit.

Namun, sebagian pihak khawatir bahwa rencana tersebut akan berdampak negatif bagi manusia dan lingkungan.

“Paradoks minyak sawit adalah bahwa peningkatan produksi sebenarnya bisa dilakukan di lahan yang sudah ada dengan meningkatkan hasil panen. Namun, ekspansi lahan pertanian kemungkinan tetap terjadi karena kelapa sawit mampu menghasilkan minyak dalam jumlah jauh lebih besar—empat hingga sepuluh kali lipat dibandingkan tanaman minyak lainnya,” jelasnya.

Permintaan akan lahan untuk perkebunan sawit yang terus meningkat menjadi perhatian utama. Oleh karena itu, penting bagi negara-negara penghasil sawit untuk mengelolanya dengan baik.

“Ada anggapan bahwa minyak sawit itu buruk, sementara minyak kelapa dan minyak zaitun lebih baik. Namun, dalam laporan ini, kami menegaskan bahwa tidak ada tanaman minyak yang sepenuhnya baik atau buruk. Yang membedakan hanyalah cara pengelolaannya, apakah dilakukan dengan baik atau tidak,” lanjutnya.

IUCN menegaskan bahwa permasalahan utama bukan terletak pada tanamannya, melainkan pada bagaimana pengelolaannya dilakukan.

“Yang harus kita fokuskan adalah bagaimana meningkatkan produksi dengan menerapkan praktik yang lebih berkelanjutan. Jika kita bisa memanfaatkan lahan yang ada secara optimal, maka kebutuhan untuk memperluas perkebunan ke wilayah ekosistem alami bisa dikurangi, yang tentunya akan lebih baik bagi lingkungan,” tambahnya.

Saat ini, sistem agroforestri mulai diterapkan di perkebunan sawit untuk mengurangi praktik monokultur.

“Dari Sumatera, kami mendapat laporan bahwa sudah ada integrasi antara produksi minyak nabati dengan tanaman lain seperti semangka, kopi, dan komoditas lainnya. Dengan pendekatan ini, perkebunan sawit tidak lagi hanya bergantung pada satu jenis tanaman, tetapi menjadi lebih beragam. Hal ini dapat memberikan manfaat bagi keanekaragaman hayati, komunitas lokal, dan petani setempat,” jelasnya.

Meijaard juga menekankan bahwa meskipun sistem ini bukan satu-satunya solusi, langkah tersebut bisa menjadi bagian dari strategi yang perlu terus dieksplorasi demi keberlanjutan industri sawit. (Rzm)

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com