Indopolitika.com – Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima), Ray Rangkuti menilai, wacana memasukan nama Puan Maharani sebagai cawapres mendampingi Jokowi dikuatirkan akan mengancam koalisi yang sudah dibangun PDIP.

Menurut Ray, selama menjadi legislator performa Puan jauh dari kinclong. Suara Puan tak pernah terdengar, padahal ia adalah Ketua Fraksi PDI-P.

“Bila Puan yang naik, bisa jadi apa yang sudah dibangun selama ini akan runtuh. Bisa jadi PKB akan berpaling, mungkin juga Nasdem,” kata Ray di Jakarta, Jum’at (16/5). Karena itu, bila Puan yang digadang sebagai cawapres Jokowi, artinya PDIP mau mengambil semua posisi strategis tanpa memperhitungkan bahwa ada partai lain yang berkoalisi. Sangat mungkin dua partai yang sudah resmi berkoalisi akan berpaling.

Belum lagi, kata dia, jika dilihat di dalam pasar pemilu, nama Puan masih rendah kalau tidak disebut teramat rendah. Performanya selama menjadi anggota dewan pun tak terdengar nyaring. Suaranya akan isu publik juga nyaris tak ada. Puan, juga bukan legislator yang rajin turun ke dapil. Ia menang karena bertarung di basis terkuat PDIP. Selain karena juga dipengaruhi, dia adalah putri dari Megawati.

“Jadi selain akan membuat rencana koalisi akan rontok, pasangan ini boleh disebut memang memilih kalah. Puan sendiri hanya dikenal sebagai anak Megawati. Tak ada langkah politik yang membuat ia layak dinominasikan sebagai cawapres,” kata dia.

Pengamat Politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Gun Gun Heryanto, menilai, sebagai salah satu pengurus teras, sekaligus yang mengisi posisi strategis di parlemen, suara Puan nyaris kurang terdengar. Bahkan, lontaran ide serta gagasannya pun masih teramat minim.

Namun, terlepas dari apapun prestasi Puan, lanjut dia, sosoknya mewarisi referent power alias kekuatan rujukan dari Mega dan Soekarno. “Jadi di tengah fakta ini, Puan akan dihitung sebagai sosok penting dalam konstelasi politik nasional saat ini maupun ke depan,” katanya.

Sementara itu, Pengamat Politik dari Universitas Airlangga Surabaya, Airlangga Pribadi, menilai, pencalonan Puan, lebih didasari alasan untuk menyolidkan konstituen dan elite PDI-P. Tapi disisi lain juga memiliki kelemahan dimana elemen basis-basis sosial progresif yang mendukung Jokowi tidak menyetujuinya.

“Mereka tak setuju Puan, karena kurangnya pengalaman politik yang dapat ditawarkan. Dalam konteks ini pilihan alternatif lain seperti Jusuf Kalla atau Mahfud bisa diambil, dan itu masuk akal,” kata Airlangga. (bs/Ind)

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com