INDOPOLITIKA – Ketegangan antara Thailand dan Kamboja kembali mencuat setelah pemerintah Kamboja secara resmi mengajukan laporan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait dugaan tindakan provokatif dari pihak militer Thailand.

Dalam laporan tersebut, Kamboja menuduh Thailand melakukan teror psikologis terhadap warga sipil yang tinggal di wilayah perbatasan kedua negara, melalui penyebaran suara-suara mengganggu yang diputar menggunakan pengeras suara berukuran besar.

Pemerintah Kamboja menilai tindakan ini merupakan bentuk intimidasi dan pelecehan psikologis yang serius.

Laporan tersebut menyebutkan bahwa suara-suara yang diputar oleh militer Thailand menyerupai suara “horeg” jenis musik keras dan repetitif yang sempat viral di Indonesia namun disesuaikan agar terdengar menyeramkan dan mengganggu.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Kamboja mengungkapkan bahwa suara-suara tersebut sengaja diputar pada malam hari, ketika kondisi lingkungan di sekitar perbatasan dalam keadaan gelap dan tenang.

Efek dari suara-suara yang berkepanjangan tersebut sangat meresahkan masyarakat sekitar, menimbulkan rasa takut, mengganggu waktu tidur, dan menyebabkan tekanan mental yang berat pada warga sipil, termasuk anak-anak dan lansia.

“Suara audio yang bersifat mengganggu dan diputar dalam jangka waktu lama ini telah mengacaukan pola tidur warga, menimbulkan kecemasan berlebih, memicu ketidaknyamanan fisik, serta berpotensi meningkatkan ketegangan diplomatik antara kedua negara,” demikian bunyi pernyataan resmi Komnas HAM Kamboja, yang dikutip dari The Guardian Selasa (21/10/2025).

Pihak Kamboja mendesak agar PBB segera mengambil langkah diplomatik dan memberikan perhatian serius terhadap insiden ini, karena dianggap melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia serta merusak keharmonisan di kawasan perbatasan.

Mereka juga meminta agar Thailand menghentikan segala bentuk aksi provokatif yang mengancam ketentraman masyarakat sipil.

Insiden ini menjadi sorotan internasional karena menggambarkan bagaimana konflik antarnegara bisa memasuki ranah non-konvensional seperti gangguan suara, yang berdampak besar pada kehidupan sehari-hari warga sipil dan menimbulkan tekanan psikologis secara kolektif.(Hny)

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com