INDOPOLITIKA – Hari ini, tanggal 21 April 2025, sebagaimana tahun- tahun sebelumnya sejak Presiden Sukarno menetapkan tanggal 21 April di setiap tahunnya (bertepatan dengan hari lahir Kartini) sebagai Hari Kartini.

Yaitu melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 1964 pada 2 Mei 1964. Pada tanggal tersebut juga Kartini ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

Pada masa itu, Indonesia sebagai negara jajahan Belanda, memiliki tradisi bahwa anak perempuan tidak boleh masuk sekolah dan keluar rumah. Tentu pemerintah saat itu memiliki banyak pertimbangan untuk menentukan Kartini di antara banyak pahlawan perempuan yang telah berjasa dalam mewujudkan kemerdekaan Negara Republik Indonesia.

Kartini, sebagaimana diakui dalam sejarah adalah perempuan yang sangat gigih dalam bidang pendidikan perempuan. Kartini memiliki kegemaran dan kemahiran dalam hal menulis.

Ia banyak menulis, terkhusus surat-surat (korespondensi) yang memiliki muatan kegelisahan seorang Kartini terhadap kondisi social saat itu. Ketimpangan gender, keterbelakangan perempuan, ketimpangan social dan ekonomi perempuan Indonesia, dan lain-lain.

Terhadap masalah social tersebut Kartini tidak hanya menuliskan keresahan, namun memberikan solusi, pemikiran, dan motivasi bagi para perempuan lain yang membacanya. Karya Kartini “ Habis Gelap Terbilah Terang”, Pengajaran diri (Zelf-onddericht), pengembangan diri (Zelf-ontwikkeling), kepercayaan diri (Zelf-vertrouwen), efikasi diri dan lain-lain.

Kartini adalah sosok Tangguh pada masanya yang memiliki keberanian untuk melakukan perubahan besar dalam dirinya. Ia melakukan pengembangan diri (capacity building), pemberdayaan diri, pembebasan diri atas pikiran dan tradisi yang membelenggu. Baginya, pengembangan individual akan sangat berdampak pada perubahan social.

Baginya Pendidikan adalah hak dasar bagi setiap insan. Tidak boleh ada perbedaan hak hanya karena perbedaan jenis kelamin. Kartini mampu memanfaatkan modal social yang dimiliki sebagai jalan untuk mengembangkan diri.

Ia sangat rajin membaca, menulis, dan yang paling utama adalah memanfaatkan jaringan sosialnya. Seperti keluarganya, orang tua dan suaminya (orang yang memiliki kekuasaan) dan teman-temannya di Belanda.

Kartini mampu menjelaskan dan mengubah pemikiran mereka untuk dapat menerima pemikiran dan gagasannya. Maka, Kartini bukan hanya seorang perempuan pembelajar yang rajin membaca, ia juga seorang pendidik perempuan.

Ia mendirikan sekolah bagi perempuan pribumi. Ia memfasilitasi mereka dengan perpustakaan agar perempuan mau membaca dan memperluas wawasan.

Kita harus belajar dari sosok kartini (role modelling). Dalam banyak artikel kita bisa meneladani beberapa hal. Pertama, cerdas dan berwawasan luas.

Berkat Leestrommel, kotak bacaan langganan ayahnya, ia membaca berbagai hal (social, politik, sastra) dari berbagai sumber (buku, koran, dan majalah). Bahkan saat dipingit ia memanfaatkan waktu untuk belajar, menggambar, dan memperkaya pengetahuan dan memperluas wawasan. Baginya, belajar tidak harus di sekolah.

Belajar bisa dilakukan di mana saja, melalui apa saja, dan kepada siapa saja. Ini sangat tepat untuk bisa kita tiru. Perempuan yang hidup di masa kini yang sangat mudah mendapatkan akses sumber informasi dan pengetahuan.

Kedua, sikap berani dan optimistis. Kartini sudah terbukti mampu melawan tradisi dan adat yang mengungkung perempuan agar tidak keluar rumah, agar tidak sekolah! Ia mampu menyelesaikan perbedaan pendapat dengan orang tua dan berbagai aturan lain yang membelenggu dalam masyarakat.

Ia berani menyampaikan pemikiran dan gagasannya. Ia berikeyakinan apa yang dilakukannya dapat mengubah kultur yang meminggirkan kaum perempuan terutama dalam hal Pendidikan. “Tubuh boleh terpasung, tapi jiwa dan pikiran harus terbang sebebas-bebasnya”…begitu kata Kartini.

Selanjutnya, adalah sikap peduli social terhadap kelompok lemah. Ia mendirikan sekolah gratis bagi perempuan di lingkungan sekitarnya. Ia mengajar anak-anak kecil yang tidak seberuntung dirinya. Ia terkenal sebagai perempuan yang penuh kasih dan rasa empati kepada warga kecil di sekitar tinggalnya.

Kartini telah wafat pada 17 September 1904. Itu berarti per 21 April 2025 ini sudah 121 tahun jarak antara kita dan sosok Kartini. Bagi kita, Kartini bukan sekedar nama. Ia adalah nyala dan suara.

Kartini merupakan perempuan hebat yang menjadi pahlawan dan simbol keberanian perempuan dalam hal kesetaraan, terkhusus pendidikan. Pendidikan adalah hak dasar bagi semua tanpa memandang jenis kelamin.

Kartini sadar saat itu, dengan Pendidikan perempuan bisa memperoleh akses dalam bidang lain seperti social, ekonomi dan politik. “Habis Gelap Terbitlah Terang” (min al dhulumat ila an nur) semestinya tetap menjadi ruh dan nyawa bagi kita semua.

Bahwa perempuan harus berdaya, harus bisa, dan setara. Jangan lagi ada penindasan terhadap perempuan apapun bentuknya. Selamat Hari Kartini untuk kita, semua perempuan Indonesia. (***)

Penulis: Siti Napsiyah, (Satgas Ertri PSGA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) 

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com