INDOPOLITIKA – Eks Komisaris Utama PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), memenuhi panggilan Kejaksaan Agung untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus korupsi Pertamina pada Kamis (13/3/2025).

Ahok tiba di lokasi sekitar pukul 08.40 WIB dengan mengenakan kemeja coklat, dan ia tampak didampingi oleh timnya.

Ahok mengungkapkan rasa senangnya bisa dipanggil oleh penyidik untuk memberikan keterangan yang dapat membantu pengusutan kasus korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina pada periode 2018-2023.

“Sebetulnya secara struktur Subholding, tapi saya sangat senang bisa membantu kejaksaan,” ujar Ahok di lokasi.

Selama pemeriksaan, Ahok berkomitmen untuk mengungkapkan fakta-fakta hukum yang ia ketahui selama menjabat sebagai Komisaris Utama PT Pertamina.

Ia juga mengungkapkan bahwa dirinya telah membawa sejumlah dokumen dari hasil rapat yang dapat mendukung proses penyidikan.

“Apa yang saya tahu akan saya sampaikan. Data yang kami bawa adalah data rapat, kalau diminta akan kami berikan,” tambahnya.

Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan sembilan orang tersangka, terdiri dari enam pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta. Salah satunya adalah Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.

Kejaksaan Agung mengungkapkan bahwa total kerugian negara akibat tindak pidana korupsi ini diperkirakan mencapai Rp193,7 triliun.

Rinciannya mencakup kerugian dari ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun, serta kerugian dari impor BBM melalui DMUT/Broker yang mencapai Rp9 triliun.

Selain itu, kerugian terkait kompensasi (2023) diperkirakan sekitar Rp126 triliun, dan kerugian subsidi (2023) mencapai sekitar Rp21 triliun.

Kejagung juga menyebutkan bahwa sembilan tersangka tersebut bersekongkol untuk melakukan impor minyak mentah tidak sesuai prosedur dan mengolahnya dengan cara yang tidak semestinya.

Akibat perbuatan mereka, harga bahan bakar minyak (BBM) yang dijual ke masyarakat mengalami kenaikan, sehingga pemerintah harus memberikan kompensasi subsidi yang lebih tinggi yang bersumber dari APBN.(Chk)

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com