Awak media mengambil gambar saat polisi membawa pergi dua jurnalis Reuters di Yangon, 3 September 2018. (Foto: AFP/YE AUNG THU)

Yangon: Hukuman tujuh tahun penjara yang dijatuhkan kepada dua wartawan Reuters dikutuk komunitas internasional sebagai parodi keadilan dan pukulan keras terhadap kebebasan pers. Keduanya ditangkap di Myanmar ketika menyelidiki dugaan pembantaian terhadap Muslim Rohingya di Rakhine.

Wa Lone, 32; dan Kyaw Soe Oo, 28, dinyatakan bersalah pada Senin 3 September 2018. Mereka dinilai melanggar Undang-Undang Rahasia Negara, yang dibuat pada 1923 di bawah pemerintahan kolonial Inggris.

Mereka ditahan di penjara sejak Desember lalu, usai ditangkap karena melaporkan dugaan pembunuhan 10 orang Rohingya di tangan tentara dan sekelompok warga di desa Inn Din, Rakhine.

Jatuhnya putusan terhadap dua jurnalis tersebut membuat reputasi internasional Aung San Suu Syi, pemenang Nobel Perdamaian dan pemimpin de facto Myanmar, semakin tercoreng.

Ketika dibawa ke mobil polisi dengan tangan diborgol, Wa Lone berkata: "Saya tidak takut. Saya tidak melakukan kesalahan apa pun. Saya percaya pada keadilan, demokrasi, dan kebebasan."

Sementara Kyaw Soe Oo memeluk sang istri yang menangis, sampai akhirnya polisi membawanya pergi.

Dalam penjatuhan vonis, hakim Ye Lwin berkata bahwa kedua wartawan itu "berkali-kali mencoba mendapatkan dokumen rahasia dan memberikannya kepada orang lain. Mereka tidak berperilaku seperti wartawan biasa."


Wa Lone (kanan) dan Kyaw Soe Oo. (Foto: AFP/Ye Aung Thu)

Baca: Amnesty: Hukuman Penjara Dua Wartawan di Myanmar Bermotif Politik

Pukulan bagi Kebebasan Pers

Kepala Agensi Hak Asasi Manusia PBB Michelle Bachelet mengaku terkejut dengan kasus ini. Ia menyerukan pembebasan tanpa syarat untuk kedua wartawan. 

"Liputan kedua wartawan atas dugaan pembantaian di Din oleh militer, jelas dilakukan untuk kepentingan publik," cetus dia, seperti dikutip dari Guardian, Selasa 4 September 2018.

Kantor berita Reuters mengutuk vonis tersebut sebagai "kemunduran besar" bagi Myanmar. 

"Hari ini adalah hari yang menyedihkan bagi Myanmar, bagi wartawan Reuters Wa Lone dan Kyaw Soe Oo, dan juga awak pers di seluruh dunia," kata kepala editor Reuters, Stephen J Adler, dalam sebuah pernyataan. Adler menyerukan agar Myanmar segera meninjau kembali vonis tersebut.

Dalam sebuah tulisan di Twitter, Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt berjanji akan mengangkat kasus dua wartawan ini saat berkunjung ke Myanmar dalam waktu singkat.

Vonis terhadap kedua wartawan dijatuhkan saat komunitas internasional mengawasi ketat jalannya pemerintah Myanmar, menyusul laporan PBB mengenai perlakuan diskriminatif militer negara tersebut terhadap Rohingya. 

Lebih dari 700.000 Rohingya meninggalkan Myanmar ke perbatasan Bangladesh sejak setahun terakhir. Mereka khawatir atas operasi militer pemerintah di Rakhine.

Myanmar menegaskan operasi itu semata untuk membasmi grup militan Arakan Rohingya Salvation Army atau ARSA.

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com