INDOPOLITIKA – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto, mengusulkan agar istilah ‘gratifikasi’ dihapus dari Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang sedang digodok DPR RI.

Hal ini disampaikan Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam acara peluncuran Beneficial Ownership (BO) Gateway di Graha Pengayoman, Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta Selatan, kemarin.

Kepada Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Bob Hasan, Ketua KPK Setyo Budiyanto menyampaikan bahwa konsep gratifikasi dalam hukum saat ini dinilai membingungkan atau bias, khususnya ketika dibandingkan dengan suap.

“Sekarang pembahasan RUU Perampasan Aset sudah di depan mata. Saya harap, Pak Bob, ini bisa menjadi momentum untuk merevisi undang-undang korupsi. Kriminalisasi jangan hanya terbatas pada pengadaan barang dan jasa, suap, atau gratifikasi. Kalau perlu, gratifikasi dihapus saja agar tidak rancu dengan suap,” kata Setyo.

Ia menjelaskan bahwa gratifikasi kerap menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat. Saat ini, gratifikasi bisa dikategorikan sebagai suap jika barang yang diterima tidak dilaporkan ke KPK dalam waktu 30 hari.

“Orang sering berpikir, ‘yang penting saya lapor dalam 30 hari.’ Tapi kalau telat satu detik saja, bisa masuk kategori suap. Ini yang menimbulkan kebingungan,” jelasnya.

Setyo juga menegaskan bahwa revisi undang-undang antikorupsi merupakan langkah penting dalam memperkuat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, serta sejalan dengan program-program prioritas pemerintah.

“KPK sangat berharap revisi ini bisa menjadi bagian dari pembenahan sistem hukum kita dan mendukung berbagai kebijakan penting yang telah dicanangkan oleh Presiden,” tutupnya.(Hny)

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com