INDOPOLITIKA – Mahasiswi berusia 19 tahun di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, diduga menjadi korban pemerkosaan. Dia dipaksa menikah dengan pelaku lalu diceraikan 1 hari kemudian.

Pelaku merupakan guru ngaji berinisial J. Selain sebagai guru ngaji, pelaku adalah paman korban.

Kasus ini mendapat sorotan Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Sari Yuliati. Sari mengaku geram terhadap penanganan kasus dugaan pemerkosaan mahasiswi tersebut.

Menurutnya, penanganan kasus kekerasan seksual oleh Polsek Majalaya tidak sejalan sesuai apa yang disampaikan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

“Penanganan kasus kekerasan seksual tidak boleh melalui mekanisme restorative justice, tidak boleh ada kata damai. Tentu hal ini tidak sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Kapolri bahwasannya menikahkan pelaku kekerasan seksual dengan korban bukanlah sebuah langkah yang tepat” ujar Sari Yuliati dalam keterangan tertulis dikutip dari Parlementaria, di Jakarta, Sabtu (28/6/2025).

Sari juga meminta jajaran kepolisian khususnya Polres Kabupaten Karawang untuk menangani kasus kekerasan seksual sebagaimana yang disampaikan oleh Kapolri.

Politisi Fraksi Partai Golkar ini juga menyampaikan keprihatinan yang mendalam kepada korban dan meminta pelaku untuk dapat dihukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Sangat prihatin dengan apa yang terjadi kepada korban, tentu kami meminta jajaran kepolisian untuk dapat menangani kasus kekerasan seksual tersebut sebagaimana yang disampaikan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan pelaku dapat dihukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” tandas wakil rakyat dari Dapil NTB ini.

Kronologis Dugaan Pemerkosaan

Menurut kuasa hukum korban seperti dilansir dari Tribunnews.jabar, Gary Gagarin peristiwa ini terjadi saat N sedang berada di rumah neneknya di Kecamatan Majalaya, Karawang, pada 9 April 2025.

Saat itu, J yang mengetahui keberadaan N lalu menyusul. J mengaku ingin bertemu N karena belum sempat berlebaran.

“Ketemu salaman lah dengan pelaku, setelah itu dia menjadi tidak sadar, dibawa ke kamar dan dilakukanlah kekerasan seksual di situ. Tepergok si nenek, dipanggil warga lalu diamankan,” kata Gary.

Gary mengatakan, N baru sadar setelah berada di klinik. Sementara J langsung digiring keluarga N ke Polsek Majalaya untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Akan tetapi, polisi justru memediasi kasus tersebut dan menyarankan perdamaian.

Sehari menikah kemudian diceraikan

Gary mengatakan, kesepakatan damai itu berisi pernyataan J bersedia menikahi korban dan keduanya tidak akan saling menuntut di kemudian hari.

Gary menyesalkan Polsek Majalaya tidak mengarahkan kasus ini ke Unit PPA Polres Karawang.

Gary juga menyebut ada tekanan terhadap keluarga N untuk melakukan pernikahan dengan alasan aib desa.

“Enggak masuk akal pernikahan pun selang sehari langsung diceraikan. Ini harus dipahami penegak hukum, jangan dibiasakan pelaku kekerasan seksual didamaikan,” kata Gary.

Dianggap suka sama suka

Kasi Humas Polres Karawang Ipda Cep Wildan membenarkan kasus tersebut difasilitasi penyelesaiannya oleh Polsek Majalaya.

Polisi menilai kasus tersebut tidak bisa diproses ke Unit PPA Polres Karawang karena korban bukan anak di bawah umur.

Polisi juga menganggap kasus tersebut sebagai perkara suka sama suka.

“Korban sudah 19 tahun, jadi bukan anak di bawah umur. Kalau ke PPA, itu untuk anak-anak karena lex specialis, makanya kemarin difasilitasi untuk berdamai,” ujar Wildan.

Meski begitu, Wildan mempersilakan soal rencana korban akan kembali melapor ke kepolisian.

“Sah-sah saja untuk laporan, cuma dilihat juga delik aduan yang disangkakan ke pelaku apa,” kata Wildan. (Red)

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com