INDOPOLITIKA.COM – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyoroti hasil pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) para pejabat di DKI Jakarta yang memiliki aset tanah dalam jumlah banyak.

Hal itu disampaikan Alex dalam Rapat Koordinasi dan Supervisi Pemberantasan Korupsi 2022 di Wilayah DKI Jakarta di Kantor Gubernur DKI Jakarta, Kamis (15/12).

Ia mengingatkan para pejabat agar tak memiliki kebiasaan menumpuk harta sebanyak-banyaknya.

“Banyak saya lihat pejabat Pemprov DKI memiliki tanah puluhan bidang. Mudah-mudahan ini dari hasil yang halal. Tapi, kami ingin mengajak Bapak/Ibu sekalian, samakan persepsi, memiliki mindset jangan menumpuk harta sebanyak-banyaknya,” kata Alex di hadapan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono dan jajaran Pemprov DKI Jakarta.

Dalam kesempatan itu, ia pun mengingatkan pencegahan korupsi di lingkungan Pemprov DKI Jakarta sangat penting. Sebab, APBD DKI Jakarta mencapai lebih dari Rp80 triliun.

Alex mengatakan anggaran sebesar itu sangat rawan dikorupsi jika tidak dikelola dengan baik.

“Kami memandang di Pemprov DKI Jakarta sangat penting dilakukan pencegahan korupsi, selain karena kedudukannya di Ibu Kota Negara, tapi besarnya APBD lebih dari Rp80 triliun. Ini bukan berarti kami ingin cari-cari kesalahan, tapi mari ini jadi perhatian semuanya, terus perbaiki tata kelola, hindari korupsi,” kata Alex.

Jumlah APBD DKI Jakarta yang setara dengan seluruh provinsi di Pulau Sumatera seharusnya bisa digunakan untuk memberikan manfaat kepada masyarakat. Dia tak ingin kasus korupsi di lingkungan Pemprov DKI Jakarta kembali terulang.

“Dalam beberapa tahun terakhir, kami menindaklanjuti laporan korupsi dari masyarakat dan fantastis kerugiannya. Pengadaan tanah Munjul Rp150 miliar keluar dari Pemprov DKI. Tanah di Rorotan, tanah di Cengkareng, Rp1 triliun lebih itu uang keluar, tapi tidak dapat tanahnya. Ini harus jadi perhatian kita semuanya,” tegasnya.

Pimpinan KPK berlatar belakang hakim tindak pidana korupsi (Tipikor) ini menyarankan agar ada perbaikan tata kelola pengadaan barang dan jasa (PBJ) di DKI Jakarta.

Salah satu di antaranya melalui kerja sama yang baik antara pemerintah daerah dan DPRD dalam proses perencanaan anggaran pengadaan.

“Hindari juga pembahasan yang alot hanya karena CoI (Conflict of Interest). Tidak salah anggota DPRD sampaikan keinginan dapilnya, misalnya buatkan jalan. Tapi, jangan sampai saat anggaran itu disetujui, berarti ‘proyeknya milik saya, berhak menunjuk siapa’. Kalau begitu rusak, tidak benar. Ini yang kemudian sebabkan anggota DPRD bermasalah, itu titik rawannya dari penganggaran PBJ,” katanya.(red)

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com