Indopolitika.com – Langkah Prabowo Subianto yang tidak memenuhi panggilan Komnas HAM dinilai sangat kontradiktif. Pasalnya, panggilan itu merupakan ruang yang disediakan bagi semua pihak, termasuk Prabowo, untuk membeberkan versinya tentang kasus penculikan aktivis selama 1997-1998.
“Kalau merasa korban fitnah, semestinya Prabowo datang. Dengan menghindar, Prabowo wajar dianggap tak kesatria,” ungkap pengamat dari Pusat kajian HAM Nusantara (Puskamra) Hilal Ramadlan di Jakarta, Kamis (8/5/2014).
Menurut dia, sebagai prajurit TNI, Prabowo mestinya datang memenuhi panggilan tersebut, setidaknya sebagai tanda ia menghormati dan tidak meremehkan negara melalui lembaga-lembaga sah yang dibentuk di dalamnya, termasuk Komnas HAM. Dengan tidak datang, orang akan beranggapan Prabowo tak pernah mau tunduk pada lembaga non-militer.
“Ini merugikan dirinya sendiri,” tegasnya lagi.
Tendensi Prabowo yang merendahkan lembaga non-militer tak terlalu mengejutkan. Beberapa waktu lalu, Prabowo sempat membuat perumpamaan yang merendahkan figur-figur pemimpin yang bukan berasal dari kalangan militer. Dia menyebut kalangan milter sebagai singa, dan kalangan sipil sebagai kambing.
“Kalau Singa dipimpin kambing, nanti singanya bersuara Kambing,” ujar Prabowo (27/3/2014).
Sebagaimana diberitakan, Komisioner Komnas HAM Roichatul Aswidah pada Rabu (7/5/2014) menyatakan Prabowo pernah menyatakan siap untuk diperiksa soal kasus penculikan aktivis periode 1997-1998. Kenyataannya ketika dipanggil Komnas HAM pada 2006 lalu, Prabowo malah mangkir. (ind/red)