INDOPOLITIKA.COM – Dalam mengurus kehidupan beragama di Indonesia, Negara harus memiliki sikap dengan takaran dosis yang pas, adil, dan berimbang.

Demikian hal itu disampaikan mantan Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin (LHS) saat mengisi materi tentang Relasi Agama, Negara, dan Budaya dalam kegiatan Penguatan Kompetensi Penceramah Agama angkatan pertama, di Jakarta, kemarin.

“Dalam konteks Indonesia, negara tak boleh terlalu jauh campur tangan mengintervensi urusan keagamaan warganya. Namun negara juga tak boleh terlalu lepas tangan tak mau tahu dan tak berperan apa pun dalam kehidupan keagamaan warganya,” tukas Menteri Agama periode 2014-2019 ini.

“Di sinilah moderasi diperlukan dalam menyikapi dua kondisi ‘terlalu’ tadi. Negara perlu bersikap dalam takaran dosisnya yang pas, penuh keadilan dan berimbang,” lanjut LHS dalam forum yang dimoderatori Kepala Bagian Kerja Sama Luar Negeri Biro HKLN Kemenag Thobib Al Asyhar.

Indonesia, menurut LHS, adalah negara yang menempatkan agama pada posisinya yang vital. Kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, tak bisa lepas dari nilai-nilai agama. “Keberadaan penceramah agama menjadi amat strategis di tengah masyarakat agamis seperti itu,”tuturnya.

Maka penguatan kompetensi bagi penceramah agama menurut LHS adalah bentuk tanggung jawab negara (melalui Pemerintah) kepada warganya yang notabene adalah umat beragama. LHS pun berharap, melalui program yang ditawarkan secara sukarela ini dapat mewujudkan ceramah agama yang sesuai inti pokok ajaran agama, yaitu memanusiakan manusia.

“Dengannya (penguatan kompetensi penceramah agama) diharapkan, peradaban kita menjadi kian membaik,” harap LHS.

Penguatan Kompetensi Penceramah Agama Angkatan Pertama ini diikuti oleh 100 peserta yang berasal dari berbagai ormas Islam tingkat pusat. Kegiatan ini berlangsung selama tiga hari, mulai 29 September hingga 1 Oktober 2020. [ind]

 

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com