INDOPOLITIKA – Peneliti Ahli Madya dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Mirna Widiyanti, mengungkapkan bahwa pemahaman masyarakat Indonesia tentang cara penularan HIV/AIDS masih sangat minim.

Kekurangan informasi yang tepat ini berujung pada stigma yang sulit dihilangkan dan berpotensi menimbulkan diskriminasi terhadap para penderita.   

“Masih banyak orang yang salah kaprah menganggap bahwa HIV bisa menular melalui aktivitas sehari-hari seperti makan bersama, berenang bersama, atau menggunakan toilet bersama,” jelas Mirna, dalam pernyataanya, dikutip, Mingu (8/12/24).  

Sebagai peneliti di Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi, Mirna menegaskan bahwa masyarakat Indonesia harus diberikan informasi yang benar mengenai HIV.

Virus ini dapat menyebar melalui transfusi darah, pertukaran cairan tubuh seperti sperma dan cairan vagina saat berhubungan seksual, serta penggunaan jarum suntik yang tidak steril. 

Untuk menekan penyebaran HIV/AIDS, pemerintah pun melakukan berbagai upaya edukasi, seperti kampanye penggunaan kondom, distribusi alat suntik steril, terapi metadon, serta pemberian profilaksis pra dan pasca-pajanan (PrEP dan PEP). Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA) juga terus digalakkan. 

 “Pendekatan yang kami terapkan mencakup metode Abstinence, Be Faithful, Condom Use, Drug Avoidance, dan Education (ABCDE) dalam edukasi kesehatan reproduksi,” tambah Mirna.   

Mirna juga mengimbau agar masyarakat berhenti memberi stigma negatif terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA), dan melihat momen ini sebagai kesempatan bersama untuk mengakhiri epidemi AIDS pada tahun 2030.

Tujuan utama dari gerakan ini adalah menghapus infeksi baru, menghentikan kematian akibat AIDS, dan menghilangkan diskriminasi terhadap ODHA. 

Kementerian Kesehatan, menurut Mirna, juga telah menjalin kemitraan dengan berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan komunitas untuk memperkuat kampanye melawan HIV/AIDS. LSM turut berperan aktif dalam mengajak ODHA untuk berpartisipasi dalam kampanye ini. 

Mirna juga menekankan pentingnya terapi Antiretroviral (ARV) yang optimal serta pengobatan untuk infeksi menular seksual (IMS), seperti sifilis, gonore, dan herpes, yang sering menjadi pintu masuk HIV. 

Sementara itu, praktisi kesehatan masyarakat, Ngabila Salama, mengingatkan bahwa penggunaan jarum suntik yang tidak steril sangat berisiko dalam penularan HIV.  

“Jika jarum digunakan secara bergantian, bisa memperbesar kemungkinan HIV menyebar, karena virus ini dapat menular melalui darah yang terkontaminasi,” katanya. 

Ngabila juga menambahkan, risiko penularan HIV dapat terjadi melalui jarum tajam yang digunakan dalam prosedur medis atau pembuatan tato. Jika jarum bekas tato tidak dibuang dengan benar, sisa virus di dalamnya bisa menular pada orang lain. (Chk)

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com