Nusa Tenggara Timur, Indopolitika.com – Masyarakat dan Ketua DPRD Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT) Yoseph Malo Lende, meminta kepada Mahkamah Konstitusi (MK) segera mengeluarkan fatwa yang isinya memerintahkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gumawan Fauzi, tidak melantik bupati hasil Pilkada Sumba Barat Daya (SBD). Menurutnya, fatwa MK itu penting untuk dikeluarkan karena sudah ada putusan pidana tetap di Pengadilan Negeri (PN) Sumba Barat, yang membuktikan adanya penggelembungan suara oleh KPUD SBD untuk memenangkan pasangan Markus Dairo Talu-Ndara Tanggu Kaha atau (MDT-DT).
“Fatwa itu didasarkan atas putusan Pengadilan Negeri Sumba Barat bahwa ada kelalaian yang ditemukan. MK harus mengakui bahwa pembuktian hukum yang dilakukannya tidak maksimal. Saat ini pasangan Kornelius Kodi Mete-Daud Lende Umbu Moto (KonCo Ole Ate) melakukan gugatan di PTUN Jakarta terkait sengketa Pilkada SBD,” kata Yoseph Malo Lende, kepada di Kupang, Senin, (21/7).
Yoseph mengatakan, DPRD SBD sebagai lembaga yang terhormat tidak pernah mengusulkan pasangan MDT-DT ke Mendagri Gumawan Fauzi untuk dilantik menjadi Bupati dan Wakil Bupati SBD usai Pemilihan Presiden. “Semenjak adanya pemberitaan di media bahwa seusai Pilpres akan dilakukan pelantikan Bupati dan Wakil Bupati MDT-DT, membuat situasi di daerah itu tidak kondusif karena masyarakat mulai demo menolak pelantikan bupati yang bukan pilihan mereka,” kata Yoseph.
Dalam sebuah diskusi dihadiri mantan Hakim Konstitusi, Prof HAS Natabaya dan praktisi hukum Petrus Selestinus di Jakarta disebutkan, kasus Pilkada SBD adalah contoh nyata bahwa MK mengeluarkan keputusan yang tidak matang dan membuat konflik horizontal yang berkepanjangan di daerah itu.
Dalam situasi demikian, kata dia, MK perlu mengeluarkan terobosan hukum, salah satunya mengeluarkan fatwa kepada Mendagri untuk tidak melantik bupati terpilih Pilkada SBD karena sudah ada putusa pidana. “Putusan pidana itulah yang menjadi dasar hukum MK untuk mengeluarkan fatwa agar putusan yang sudah diambil oleh MK tidak bisa dieksekusi oleh Mendagri,” kata Petrus Salestinus.
Namun, HAS Natabaya mengatakan, selama ini belum ada preseden MK mengeluarkan fatwa terkait kasus sengketa pilkada. Kalaupun MK mau mengeluarkan fatwa, katanya, MK harus memastikan kapan fatwa itu dikeluarkan agar tidak semua orang dengan mudahnya meminta fatwa.
“MK harus keluarkan dalam batasan apa fatwa itu dikeluarkan atau persoalan apa yang bisa difatwakan. Kalau tidak, sedikit-sedikit orang minta fatwa dan lembaga MK jadi sangat tidak berwibawa,” jelasnya.
Petrus Selestinus juga sepakat tentang perlunya MK membuat terobosan hukum. “Undang-undang memberikan kewenangan kepada MK untuk membuat aturan ketika terjadi kebuntuan. Dalam konteks kewenangan yang diberikan UU itu, MK harus mengeluarkan peraturan atau terobosan, seperti fatwa,” katanya.
Kasus Pilkada Sumba Barat Daya bermula ketika KPU SBD, menetapkan pasangan Markus Dairo Talu-Ndara Tanggu Kaha (MDT-DT) sebagai pemenang. Namun, pasangan Kornelius Kodi Mete-Daud Lende Umbu Moto (KonCO Ole Ate) yang tak terima dengan putusan KPU itu mengajukan gugatan ke MK.
Selain itu, Kornelius juga melaporkan dugaan kecurangan yang dilakukan KPU Sumba Barat Daya dan sejumlah PPK karena merasa perolehan suaranya berkurang, sementara suara untuk Markus-Ndara justru bertambah.
Barang bukti berupa 144 kotak suara yang diduga kuat sebagai bukti kecurangan pun dibawa ke Jakarta atas permintaan MK. Namun, majelis hakim MK tidak melaksanakan penghitungan atas 144 kotak suara itu dengan alasan barang bukti sudah lewat waktu masa persidangan. Akhirnya MK dalam putusannya pada 29 Agustus lalu, menguatkan keputusan KPU Sumba Barat Daya yang memenangkan pasangan Markus-Ndara.
Namun, penghitungan suara ulang yang dilakukan Polres Sumba Barat untuk menelusuri bukti penggelembungan suara bagi Markus-Ndara dan pengurangan suara bagi pasangan Kornelius-Daud justru menunjukkan hitungan yang berbeda dengan versi KPU SBD. Sebab, pasangan Kornelius justru unggul dengan 79.498 suara, sedangkan pasangan Markus-Ndara hanya meraih 67.831 suara.
KPUD SBD terpaksa melakukan pleno ulang rekapitasi penghitungan surat suara atas permintaan Panwaslu Sumba Barat Daya pada 26 September 2013, yang hasil akhirnya menetapkan pasangan dr Kornelis-Daud sebagai Bupati dan Wakil Bupati SBD terpilih periode 2013-2018. KPU setempat juga menganulir hasil keputusan pleno KPU SBD sebelumnya yang telah menetapkan pasangan MDT-DT sebagai pemenangnya. (sp/ind)
Tinggalkan Balasan