Sumatera Utara – Tokoh muda Sumatera Utara H. Musa Rajekshah menyebutkan perkembangan film nasional mengalami turun naik, bahkan sempat mati suri. Namun di awal 2000an film Indonesia kembali bangkit dan redup lagi hingga setahun terakhir film – film dalam negeri kembali mulai menunjukan taringnya.
Menurutnya yang membuat iklim perfilman semakin kondusif bukan hanya karena jumlah film Indonesia yang mulai merajai layar bioskop, akan tetapi munculnya film – film yang dapat di perhitungan secara kualitas danberhasil di kancah festival film mancanegara.

“salah satu film nasional yang mendapat apresiasi luar negeri itu misalnya Athira yang mendapat penghargaan di Vancouver international film festival di kanada, busan international film festival di korea,’ kata pria yang akrab di sapa bang ijeck.

Ijeck juga menyinggung haji asrama garapan sineas local Sumatera Utara, Onny Kresnawan. Dia berharap nantinya film yang sudah mulai di garap di Medan dan Sergai itu bisa menjadi awal kebangkitan film Sumut.

Film Sumut harus bangkit. Seniman disini kan lumayan banyak. saya siap mendukung kebangkitan film sumut,’’ kata ijeck.

Ijeck mengatakan dirinya sering menonton film nasional yang menceritakan kisah sejarah perjuangan kemerdekaan dan promosi budaya local. “saya suka nonton film soekarno, sudirman dan tiga nafas likas tentang pahlawan Djamin Ginting. Film seperti ini menginspirasi anak – anak muda. Film toba dreams juga bagus,” kata ijeck.

Seperti diketahui 30 maret diperingati sebagai hari film nasional, pada tanggal tersebut di 1950 silam adalah hari pertama dari pengambilan gambar film “darah & doa” garapan sutradara Usmar Ismail.

Sebenarnya sebelum ‘darah & doa’, Indonesia telah memiliki sejarah panjang di dunia perfilman. Tercatat film pertama yang di buat di Indonesia berjudul “Loetoeng Kasaroeng” yang di sutradarai G.Kruger dan L.Heuveldorp di 1926.

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com