Pengungsi Rohingya yang berada di Bangladesh (Foto: AFP).
Dhaka: Para pemimpin Rohingya di Bangladesh pada Selasa menantang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk memastikan para jenderal Myanmar diadili. Tuntutan dikeluarkan setelah para penyelidik PBB menyerukan para komandan militer atas dituntut untuk melakukan genosida terhadap etnis Rohingya.
 
Baca juga: PBB Sebut Militer Myanmar Bertanggung Jawab atas Genosida di Rakhine.

Sebuah misi pencari fakta PBB ke dalam pelanggaran di Myanmar mengatakan, panglima militer negara itu dan lima petinggi senior lainnya harus diselidiki atas tindakan brutal tahun lalu yang mendorong 700.000 Muslim Rohingya ke Bangladesh.
 
Laporan yang ditugaskan oleh Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB merinci daftar kekejaman yang mengerikan terhadap Rohingya, termasuk pembunuhan, penghilangan secara paksa, penyiksaan, dan kekerasan seksual 'yang dilakukan dalam skala besar.'
 
"Diperkirakan 10.000 tewas dalam insiden 2017 adalah konservatif," kata para peneliti.
 
Myanmar dengan keras membantah tuduhan itu, bersikeras bahwa pihaknya menanggapi serangan para pemberontak Rohingya.
 
Para pemimpin komunitas sekitar satu juta pengungsi Rohingya di Bangladesh selatan menyambut baiok panggilan untuk penuntutan, tetapi mengatakan mereka akan menilai PBB pada kemampuannya untuk memberikan keadilan.
 
"PBB harus memastikan bahwa keadilan melihat cahaya," kata pemimpin komunitas Rohingya, Abdul Gowffer, kepada AFP melalui telepon, seperti dikutip Rabu 29 Agustus 2018.
 
"Para komandan harus menghadapi persidangan ICC (International Criminal Court)," tambahnya, mengacu pada Pengadilan Pidana Internasional di Den Haag.
 
Para peneliti telah meminta Dewan Keamanan PBB (DK PBB) untuk merujuk situasi Myanmar ke ICC atau untuk pembentukan pengadilan pidana internasional ad hoc.
 
DK PBB telah berulang kali mendesak Myanmar untuk menghentikan operasi militer dan untuk mengizinkan Rohingya kembali ke rumah dengan aman.
 
Namun inisiatifnya telah dibatasi oleh anggota dewan dan sekutu utama Myanmar, Tiongkok, yang juga dapat menggagalkan upaya untuk merujuk kasus ini ke ICC.
 
Baca juga: Inggris Ingin Kerja Sama dengan Indonesia Terkait Kasus Rohingya.

Dil Mohammad, pemimpin Rohingya lainnya, mendesak PBB untuk mengambil langkah lebih lanjut untuk memastikan mereka kembali dengan selamat ke negara bagian Rakhine, sebuah proses yang terhenti dengan Bangladesh dan Myanmar saling menyalahkan karena penundaan itu.
 
"Sudah butuh satu tahun untuk mencapai keputusan PBB ini," kata Mohammad, yang tinggal di sebidang tanah tak bertuan di dekat perbatasan Bangladesh-Myanmar dengan 6.000 pengungsi lainnya.
 
"Banyak hal yang harus dilakukan dengan sangat cepat sehingga kami dapat kembali ke tanah kami dengan harga diri dan keselamatan," katanya kepada AFP.
 
Para peneliti tidak pernah diberikan akses ke Myanmar dan berdasarkan temuan mereka pada wawancara dengan 875 korban dan saksi, serta citra satelit dan dokumen, foto dan video yang dikonfirmasi.

 

 

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com