Nasional – Pemerintah diharapkan dapat bekerja lebih ekstra untuk menyelamatkan nasib TKI asal Dusun Mruten Wetan, Desa Kalisidi, Ungaran Barat, Semarang, Jawa Tengah yaitu Satinah Binti Jumadi Ahmad (41), yang kini diibaratkan sudah berada di depan pelaksanaan hukuman mati atau tahap pemancungan di negara Arab Saudi.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI yang antara lain membidangi ketenagakerjaan dan perlindungan TKI di luar negeri, Irgan Chairul Mahfiz, mengharapkan pemerintah dapat bekerja lebih ekstra untuk menyelamatkan Satinah.
Irgan menyebutkan, meski memiliki sisa waktu sedikit, pemerintah harus tetap berjuang maksimal dalam penyelamatan Satinah dari pemancungan. Sedangkan upaya menemukan kesepakatan baru dengan keluarga korban terkait pembayaran diyat pun tidak boleh dihentikan, jika tak ingin peristiwa TKI Ruyati kedua yang mengalami pemancungan pada Juni 2011 kembali terjadi.
“Intinya, pemerintah tidak boleh menyerah. Akan menyedihkan sekali melihat pemerintah gagal menyelamatkan Satinah, dan menjadikan peran maupun kewibawaannya kembali dihujat oleh masyarakat luas, akibat tidak sanggup menangani pembebasan nasib anak bangsa yang akan dipancung untuk kali kedua setelah Ruyati,” jelas Irgan.
Ia mengatakan, pemerintah tidak boleh terpaku dengan keinginan membayar diyat hanya sebesar 4 juta RS, mengingat faktanya penyediaan uang diyat senilai itu ditolak keluarga korban. Dengan demikian, tidak ada pilihan lain kecuali berupaya memenuhi permintaan besaran diyat dari keluarga korban.
“Ini, kan dilematis, kalau tidak dipenuhi dengan uang diyat 7 juta RS, tentu nasib Satinah langsung dipancung. Lebih lagi, pemerintah Arab Saudi tidak bisa campur tangan dalam menegosiasikan penurunan harga diyat karena merupakan wilayah privat dari keluarga korban,” ungkapnya.
Pada sisi lain, Irgan meminta pemerintah bersikap proaktif melibatkan komponen masyarakat di tanah air yang ingin berpartisipasi mengumpulkan sumbangan dana untuk melengkapi uang diyat terhadap kasus Satinah. Untuk keperluan itu, pemerintah diharapkan menggalang secara langsung agar segera memperoleh kekurangan uang pembayaran diyat sebesar 3 juta RS.
“Bahkan, Presiden Susilo Bambang Yuhoyono tidak boleh berdiam diri dalam persoalan nasib Satinah, dan sepatutnya berperan paling aktif dengan turut menyediakan dana diyat yang masih kurang itu,” pintanya.
Irgan sendiri mengapresiasi langkah Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah yang telah membuka rekening dana bantuan diyat untuk Satinah sejak beberapa waktu lalu. (JN/IP)