INDOPOLITIKA.COM – Beberapa hari ini ormas Islam Indonesia geram dengan pemberitaan media Wall Street Journal yang menyebut ormas Islam yang salah satunya Muhammadiyah bungkam tekait Muslim Uighur setelah di suap oleh Cina.

Ketua Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Pemuda Muhammdiyah, Razikin menilai, pemberitaan tersebut merupakan upaya untuk menyudutkan Ormas Islam baik MUI, Muhammadiyah maupun NU disatu sisi.

“Sementara pada sisi yang lain dapat juga dimaknai sebagai pemantik agar ormas seperti Muhammadiyah dapat lebih keras lagi bersikap dalam upaya membangun solidaritas pembelaaan kepada komunitas Muslim Uighur,” ujarnya kepada Indopolitika.com, Selasa (17/12/2019).

Menurut Razikin, pemerintah Cina sekarang ini sedang berusaha keras untuk membentuk suatu identitas kesatuan bangsa Cina, namun kemudian menjadi masalah pemerintah Cina justru melanggar HAM fundamental dari kelompok Uighur.

Lebih lanjut, ia menyebut, banyak persoalan HAM fundamental dari etnik Uighur yang tidak bisa ditegakkan, seperti hak untuk mengekspresikan identitas kulturalnya, hak untuk bebas diskriminasi dalam banyak aspek kehidupan seperti mendapatkan pekerjaan, hak untuk mendapatkan rasa aman, dan hak-hak lainnya.

Magister Ilmu Politik Universitas Indonesia ini menambahkan, bahwa kebijakan pemerintah Cina dalam membangun nasionalismenya, lebih banyak dijalankan dengan cara-cara represi dan diskriminasi terhadap minoritas etnik Uighur di Xinjiang ketimbang memberikan sebuah empowerment.

“Diskriminasi tersebut terpotret secara jelas dengan tidak diakuinya identitas lokal etnik Uighur dengan memaksakan memberikan ‘identitas baru’ sebagai bangsa Cina. Sementara identitas baru tersebut dapat menghilangkan identitas-identitas lokal yang telah lama melekat dalam diri masyarakat Uighur,” jelasnya.

Pelanggaran yang lain yang dilakukan Pemerintah Cina, lanjut dia, terkait hak-hak esensial Muslim Uighur adalah seperti hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak tanpa diskriminasi, hak untuk hidup aman, hak untuk dapat mengekspresikan identitas kulturalnya, dan hak-hak fundamental lainnya.

“Kami bisa memahami bahwa, semakin direpresi, terkadang orang justru akan semakin memberontak dan aksi-aksi separatisme ini bisa jadi merupakan manifestasi dari rasa frustasi masyarakat Uighur karena terus mengalami diskriminasi dan represi pemerintah Cina,” katanya.

“Karena itu, Pemerintah Cina menggunakan retorika melawan radikalisme, ekstrimisme dan terorisme untuk membenarkan tindakan pembantaian terhadap muslim Uighur dan itu merupakan pelanggaran Hak Azasi Manusia, karena itu kami sangat mengecamnya,” sambungnya. [rif]

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com