INDOPOLITIKA – Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dari Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Serang resmi menetapkan seorang pemilik pabrik cincau dan agar-agar mengandung formalin di Kampung Kadugenep, Kecamatan Petir, Kabupaten Serang, berinisial MA, sebagai tersangka.
Penetapan ini dilakukan setelah penyidik BPOM berkoordinasi dengan Koordinator Pengawas (Korwas) Ditreskrimsus Polda Banten.
“Hasil koordinasi kami dengan Korwas, disimpulkan bahwa MA layak ditetapkan sebagai tersangka,” ungkap Kepala Balai BPOM Serang, Mojaza Sirait, pada Senin (14/4/2025).
Mojaza menjelaskan bahwa keputusan tersebut didasarkan pada berbagai alat bukti, termasuk hasil uji laboratorium, keterangan saksi, dan pendapat ahli. MA disebut sebagai sosok yang paling bertanggung jawab dalam kegiatan produksi pangan yang mengandung zat berbahaya tersebut.
“Berdasarkan bukti dan keterangan yang ada, MA kami tetapkan sebagai tersangka tunggal karena dialah yang mengendalikan seluruh proses produksi,” jelas Mojaza, yang akrab disapa Moses.
Tersangka MA dijerat dengan Pasal 136 jo Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yang mengatur larangan memproduksi pangan dengan kandungan bahan berbahaya seperti formalin. Meski demikian, karena sikapnya yang kooperatif, MA tidak langsung ditahan.
“Karena tersangka bersikap kooperatif selama pemeriksaan, untuk sementara belum kami lakukan penahanan,” tambahnya.
Dari hasil uji laboratorium, kandungan formalin dalam produk cincau dan agar-agar yang diproduksi MA mencapai angka yang cukup tinggi, yakni sekitar 37 persen.
“Angka ini jelas berbahaya dan jauh di atas ambang batas yang diperbolehkan,” tegas Mojaza.
Lebih lanjut, BPOM mengungkap bahwa MA memproduksi produk tersebut dalam jumlah besar. Dari lokasi penggerebekan, petugas berhasil mengamankan lebih dari 12 ton cincau berformalin yang dikemas menggunakan kaleng bekas makanan.
“Dalam sehari, produksi mencapai 500 kaleng atau sekitar 900 kilogram,” ujar Mojaza.
Kasus ini terungkap setelah BPOM melakukan inspeksi pasar di Pasar Badak, Kabupaten Pandeglang, dan Pasar Petir, Kabupaten Serang, pada 10 Maret 2025.
Dari hasil penelusuran, petugas menemukan tempat produksi ilegal yang telah beroperasi selama lebih dari satu tahun.
Produk cincau dan agar-agar tersebut diketahui diedarkan ke sejumlah pasar tradisional di wilayah Banten. “Pembelinya datang langsung ke lokasi untuk mengambil barang,” tutup Mojaza.(Chk)
Tinggalkan Balasan